Selasa, 15 Januari 2013

Masalah dan Tantangan Pendidikan Diera globalisasi


Ø  Pengertian globalisasi
Menurut Anthony Giddens (2005 : 84) menyatakan bahwa globalisasi dapat diartikan sebagai intensifikasi relasi sosial sedua yang menghubungkan lokalitas yang saling berjauhan sedemikian rupa sehungga jumlah peristiwa sosial dibentuk oleh peristiwa yang terjadi pada jarak bermil- mil. Pandangan berbeda tentang globalisasi yang dikemukakan oleh Ulrich Beck, pemikir filsafat sosial Jerman bahwa dalam globalisasi ada tiga pengertian kunci yaitu : (Sindhunata, 2003)
Deteritorialisasi yang berarti batas – batas geografi ditiadakan atau tidak lagi berperan dan tidak lagi menentukan dalam perdagangan antarnegara.
Transnasionalisme ialah mentiadakan batas- batas geografis seperti blok- blok.
Mutilokal dan translokal, dimana globalisasi memberikan kesempatan bagi manusia di berbagai belahan dunia membuka horison hidupnya seluas dunia, tanpa kehilangan kelokalannya.
Globalisasi bersifat multimedia karena dapat dilihat dari berbagai aspek. Menurut Baharudin Darus menyatakan bahwa ada lima aspek globalisasi yaitu :
Globalisasi informasi dan komunikasi;
Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas;
Globalisasi gaya hidup, pola konsumsi, budaya dan kesadaran;
Globalisasi media massa cetak dan elektronik;
Globalisasi polotik dan wawasan.
Menurut Thomas L. Friedman (2000), globalisasi adalah sebuah sisitem yang netral yang dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif, bisa memperkuat atau melemahkan sendi – sendi kehidupan, menyeragamkan atau mempolarisasikan, juga mendemokratisasikan atau justru sebaliknya. Itu semua tergantung bagaimana kita meresponnya.
Globalisasi membawa 4 ciri utama, yakni Dunia-Tanpa-Batas (Borderless World), Kemajuan Ilmu dan Teknologi, Kesadaran terhadap HAM serta Kewajiban Asasi Manusia dan Masyarakat Mega Kompetisi (Tilaar, 2009:2-3). Karakter masyarkaat mega kompetisi yang memungkinkan persaingan maupun kerjasama antar bangsa dan negara masuk kedalam logika pendidikan. Persaingan tidak hanya dengan bangsa lain, akan tetapi sesama siswa didik itu sendiri.

Pengertian pendidikan
Dilihat dari padangan antropologik, melihat pendidikan dari aspek budaya antara lain pemindahan pengetahuan dan nilai – nilai kepada generasi berikutnya. Pendekatan sistem perlu dipergunakan dalam menjelaskan pendidikan, karena pada era global sekarang ini dunia pendidikan telah berlembang sedemikian rupa sehingga menjadi hal ikhwal. Proses pendidikan merupakan upaya yang mempunyai dua arah yaitu yang pertama bersifat menjaga kelangsungan hidupnya (Maintenance synergy) dan kedua menghasilkaan sesuatu (Effective synergy).
Rogers, Burdge, Korsching dan Donner Meyer (1988:437) enyatakan bahwa pendidikan sebagai proses trasmisi dudaya mengacu kepada setiap bentuk pembelajaran budaya (culturale learning) yang berfungsisebagai transmisi pengetahuan, penemongan manusia muda, mobilitas sosial, pembentukan jati diri dan kreasi pengetahuan.
Toffler (dalam Sonhadji, 19993 : 4) menyatakan bahwa sekolah atau lembaga pendidikan masa depan harus mengarahkan peserta didiknya untuk belajar bagaimana belajar (learn how learn). Kebutaan dalam era global adalah ketidakmampuan belajar bagaimana belajar. Raka Joni merumuskan bahwa ciri utama manusia masa depan Indonesia adalah manusia yang mendidik diri sendiri sepanjang hayat dan masyarakat belajar yang terbuka tetapi memiliki pandangan hidup yang mantap. Maka peserta didik harus dibekali informasi tentang latar belakang yang memberi dampak pengganda pada pembelajarannya sehingga dapat memberikan motivasi yang besar untuk membaca dan mempelajari informasi dari berbagai sumber. Kita harus siapkan kompetensi agar siswa eksis di era global yang sangat kompetitif, maka sangat strategis dalam pembudayaan pembelajaran di sekolah dengan siswa menjadi pusat pembelajaran dalam proses pencarian informasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Makagiansar yang menyatakan bahwa agar pendidik dapat mempersiapkan peserta didik yang eksis, maka pendidik harus mengenbangkan kemampuan mengantisipasi, mengerti dan mengatasi situasi, mengakomodasi serta mereorientasi kepada peserta didik.
Secara lebih rinci H.A.R. Tilaar (1999:295) menyebutkan beberapan tuntutan  guru masa depan yang diperlukan oleh lembaga pendidikan yaitu :
Guru sebagai agen pembaharuan , yaitu guru yang benar – benar cerdas tetapi juga memiliki komitmen profesi yang kuat.
Seorang pengembang sikap toleransi dan saling pengertian, yaitu guru yang memiliki kompetensi sosial yang tinggi dengan tingkat kecerdasan emosional yang bagus.
Pendidik profesional, yaitu diperlukan paradigma baru yang menuntut pengembangan profesi guru yang profesional serta pembinaannya dalam era masyarakat terbuka, kedepan adalah sebagai berikut.
*      Kepribadian yang matang dan berkembang agar dapat memberikan bimbingan kepada peserta didik yang sedang dalam tahap pengembangan, kepribadian yang kuat dan seimbang, mempunyai visi tentang etika tingkah laku manusia sebagai indivudu dan sebagai anggota masyarakat.
*      Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang kuat, katrena guru harus membawa peserta didik untuk memasuki dunia ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus – menerus berkembang.
*      Keterampilan membangkitkan minat peserta didik, karena itu guru harus memiliki kemampuan metodologis yang kuat.
*      Pengembangan profesi yang berkesinambungan
Untuk mencapai peningkatan kualitas pembelajaran merupakan tuntutan yang mutlak dilakukan sekarang, maka diperlukan perbaikan kondisi manajemen sekolah yang handal agar dapat berperan dalam menciptakan kondisi pendidikan yang siap dan berkualitas.
Indra Djati (2001) menyatakan bahwa tantangan pendidikan nasional di era globalisasi sekarang ini paling tidak menyangkut nilai tambah (added value), tantangan dalm pengembangan sumberd daya manusia, tantangan daya saing bangsa dan munculnya kolonialisme baru dalam bidang iptek dan ekonomi. Semua hal itu perlu pengelolaan (manajemen) pendidikan dan sekolah yang baik dengan mendasarkan pada manajemen kualitas.
Pendidikan global merupakan upaya  untuk menanamkan suatu pandangan (perspective) tentang dunia kepada para siswa dengan memfokuskan bahwa saling keterkaitan antar budaya, umat manusia dan kondisi planet bumi.
Willard M.Kniep (1989) mengemukakan bahwa isi pendidikan global dirumuskan dari realitas sejarah dan kondisi saat ini yang menggambarkan dan menunjukkan dunia sebagai masyarakat global. Dari hasil analisisnya Kniep (1989,437) memperkenalkan empar unsur kajian yang dianggap esensial dan mendasar bagi pendidikan global yaitu : (1) Kajian tentang nilai manusia, (2) Kjian tentang sisitem global, (3) Kajian tentang masalah – masalah dan isu – isu global dan (4) Kajian tentang sejarah saling ketergantungan antar orang, budaya dan bangsa.

Sumber daya manusia unsure terpenting dalam melaksanakan pembangunan secara keseluruhan, karena itu keberhasilan proses pembangunan dan kemampuan suatu bangsa atau daerah untuk bersaing dengan bengsa lain atau daerah lain dalam era otonomi sangat tergantung pada kesiapan sumber daya manusia itu sendiri. Saat ini sering disebut dengan era roformasi, era teknologi, dan pasar bebas atau era global sehingga batas Negara dalam arus informasi tidak dapat dilihat secara fisik.
Berkaitan dengan era reformasi maka dibutuhkan kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas:

1.      Kemampuan mencari informasi
2.      Kemampuan mengolah informasi
3.      Kemampuan menganalisis dan menyimpulkan informasi
4.      Kemampuan menggunakan informasi
5.      Mengkomunikasikan informasi
Ahli menyatakan bahwa sumber daya manusia pada masa akan dating harus menguasai berbagai kemampuan yaitu: ilmu pengetahuan dan teknologi, kemampuan kerja sama, kemampuan daya piker dan analisis yang kuat serta kepemilikan informasi yang luas dan dalam. Slamat (2004) menyatakan bahwa kemampuan SDM masa depan harus di persiapkan oleh lembaga pendidikan adalah kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan era informasi dan era teknologi. Untuk itu ada beberapa tantangan yang harus dipersiapkan dalam rangka kualitas SDM masa depan yang di butuhkan yaitu:
1.      Kemampuan dasar (daya pikir, daya kalbu dan daya fisik)
2.      Kemampuan instrumental dan fungsional, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi, penggunaan sumber daya, kemampuan kerja sama dan kemampuan penggunaan informasi.
  Dari berbagai pendapat diatas,maka SDM pada masa depan harus dipersiapkan sedemikian rupa sehingga memiliki :
1.      Kemampuan yang berkaitan dengan informasi (mencari,mengolah,memanfaatkan dan mengkomunikasikan),mengingat era pasar bebas maka informasi dan pengkomunikasian informasi lebih banyak menggunakan bahasa asing,sedangkan pengolahan informasi lebih cenderung menggunakan teknologi elektronik(high Touch),maka tuntutan bahasa asing akan menjadi tantangan tersendiri dalam kaitan dengan kemampuan ini.
2.      Kemampuan dasar yang mencakup kemampuan  daya pikir kritis,daya kalbu dan daya fisik yang sehat,sehingga dapat menunjang kepemilikan kemampuan dasar.
3.      Kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.      Kemampuan pengelolaan lingkungan dan sumber daya.
5.      Kemampuan komunikasi dan kerjasama.
  Dalam perspektif yang lain,Gardner,(2006) mengemukakan  5 kemampuan pikir yang diperlukan untuk masa depan (era global)yang disebutnya dengan istilah Five Minds For The Future.Kemampuan pikir tersebut adalah sebagai berikut :
a.       The Desciplined  Mind,yaitu kemampuan berpikir yang digunakan seseorang yang tengah menekuni sesuatu bidang tertentu.Kemampuan ini adalah ketangkasan/keterampilan belajar dan  mempelajari bidang tertentu  sehingga menjadi sesuatu yang melekat pada dirinya.
b.      The Synthesizing Mind,yaitu kemampuan seseorang mengumpulkan,memahami serta mensintesakan berbagai informasi yang dibutuhkan nya untuk meningkatkan derajat kehidupannya.Dengan kemampuan ini seseorang akan dapat memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari secara aktif,kreatif,inovatif,dan produktif.
c.       The Creating Mind, yaitu kemampuan seseorang menggunakan berbagai informasi  yang telah dipahaminya untuk memecahkan permasalahan  atau menghasilkan produk yang bermanfaat ,bukan hanya bagi dirinya tetapi juga bagi lingkungan masyarakatnya.
d.      The Respectful Mind,yaitu kemampuan dan kesediaan seseorang untuk menghargai  cara berpikir dan bertindak  orang lain yang berbeda dengan dirinya.kemampuan ini juga juga mensyaratkan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang lain.ini  berarti sesuai dengan 4 pilar belajar dari Unesco khususnya Learning to life to gather.
e.       The Ethical Mind,yaitu kesediaan seseorang  menjunjung tinggi nilai-nilai etika yang universal.Kemampuan ini merujuk pada perlunya pembelajaran karakter(character building)bagi para peserta didik.Dengan demikian seseorang peserta didik  tidak akan pernah tercabut  dari akar budaya masyarakatnya,bangsa dan negaranya.
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan non formal .

Pendidikan sebagai salah satu cara yang sangat strategis mengemban misi untuk melahirkan SDM berkualitas menjadi harapan bagi semua warga masyarakat untuk dapat mempersiapkan manusia Indonesia  yang mampu berkompetisi dalam era global.
Beberapa tantangan Pendidikan Nasional dalam era yang selayaknya menjadi perhatian semua kompenen masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan paling tidak mencakup beberapa aspek  seperti :
1.Tantangan Kualitas
Kondisi Pendidikan pada saat ini di hadapkan pada satu permasalahan yang mutlak harus diantisipasi dan dicari jalan keluar yang tepat dan cepat untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lain.Kondisi tersebut  adalah masalah kualitas pendidikan yang masih relatif rendah di berbagai jenjang pendidikan,karena masih menghadapi  berbagai tantangan,yaitu :
a)      SDM Kependidikan yang belum optimal baik dilihat dari kualitas maupun kuantitas.Berkaitan dengan hal itu,tantangan yang dihadapi adalah :
1.   SDM Pengelola pendidikan di berbagai tingkatan ,mulai tingkat pengelolaan pada kantor pendidikan (misalnya Dinas Pendidikan)sampai tingkat kesatuan pendidikan (sekolah) belum optimal dilihat dari kinerjanya dalam manajemen  dan pembinaan.sangat banyak para pengelola pendidikan sekarang kurang memiliki pengetahuan tentang basic pendidikan yang secara substansial menjadi tugasnya dalam pengelolaan pendidikan .Kondisi ini terkait dengan system rekruitmen SDM yang belum memenuhi kriteria yang ketat.

2.   Kepala Sekolah,dilihat dari pendidikan dan kompetensinya masih belum sesuai harapan.
    Dalam mengantisipasi kondisi ini pemerintah telah menggariskan kebijakan tentang standar        kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah.Khusus untuk kepala sekolah TK/SD maka kompetensi  kepala sekolah seperti yang diatur oleh peraturan menteri Pendidikan Nasional Nomor : 13 Tahun 2007 dinyatakan sebagai berikut :
 Syarat Umum (berlaku untuk semua Kepala Sekolah),seseorang kepala sekolah/madrasah harus :
1.            Memiliki Kualifikasi Akademik Sarjana (S1) atau diploma IV kependidikan atau non kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi.
2.            Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun.
3.            Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 tahun menurut jenjang  sekolahnya Masing-masing,kecuali di taman kanak-kanak/raudhatul athfal (TK/RA) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 tahun di TK/RA.
4.            Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi PNS dan bagi non PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh  yayasan atau lembaga yang berwenang.
Ø  Syarat Khusus untuk Kepala TK/RA
1.Berstatus Guru TK/RA
2.Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru TK/RA
3.Memiliki sertifikat kepala TK/RA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Ø  Syarat Khusus untuk kepala sekolah dasar (SD/MI)
1.Berstatus Guru SD/MI
2.Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SD/MI
3.Memiliki sertifikat kepala SD/MI yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.
 Sedangkan kompetensi kepala sekolah yang diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan dan mutu keluaran di sekolah berdasarkan Permendiknas adalah sebagai berikut :
1)      Kepribadian
1.      Berakhlak mulia,mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.
2.      Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.
3.      Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangaan diri  sebagai kepala sekolah
4.      Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok  dan fungsi.
5.      Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah.
6.      Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.

2)      Manajerial
1.      Menyusun perencanaansekolah untuk berbgai tingkat perencanaan.
2.      Mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan
3.      Memimpin sekolah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah secara optimal.
4.      Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi pembelajar yang efektif.
5.      Menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif  dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
6.      Mengelola guru dan dan staf  dalam rangka pendayagunaaan sumber daya manusia secara optimal.
7.      Mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka pendayagunaaan sumber daya manusia secara optimal.
8.      Mengelola hubungan sekolah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide,sumber belajar dan pembiayaan sekolah.
9.      Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru,dan penempatan serta  pengembangan kapasitas peserta didik.
10.  Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai  dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
11.  Mengelola keuntungan sekolah sesuai prinsip pengelolaan yang akuntabel,transparan dan efesien,
12.  Mengelola ketata usahaan sekolah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah.
13.  Mengelola unit layanan khusus sekolah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan keegiatan peserta didik di sekolah.
14.  Mengelola system informasi sekolah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.
15.  Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah.
16.  Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan  program kegiatan sekolah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.

3)      Kewirausahaan
1.      Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah .
2.      Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang efektif.
3.      Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah.
4.      Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah.
5.      Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah sebagai sumber belajar peserta didik.

4)      Supervisi
1.      Merencanakan supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
2.      Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
3.      Menindak lanjut hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka profesionalisme guru.
5)      Sosial
1.      Bekerjasama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah.
2.      Berpartisipasi dalam kegitan sosial kemasyarakatan.
3.      Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.


Kompetensi tersebut menggambarkan betapa berat tugas seorang kepala sekolah, tetapi apabila kompetensi kepala sekolah tersebut dapat diimplementasikan dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah, maka dapat dipastikan bahwa pendidikan yang berkualitas akan dapat dicapai.
Permasalahan kepala sekolah pada saat ini adalah kecenderungan sistem rekruitmen kepala sekolah tidak didasarkan pada kompetensi yang benar-benar diimiliki oleh calon kepala sekolah, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti adanya hubungan tertentu, kedekatan dengan mengambil kebijakan/pengambil keputusan bahkan juga mungkin disebabkan karena faktor politis.
3. Guru-guru, dilihat dari kompetensi yang dimiliki masih berkisar penguasaannya rata-rata 40%-60% dari total kompotensi yang dipersyaratkan bagi seorang guru.
Undang-undang tentang guru dan dosen telah menggariskan bahwa persyaratan kualifikasi akaddemik tingkat pendidikan guru TK/RA dan SD/MI adalah minimal strata 1 atau diploma IV, sedangkan kompetensi yang harus dimiliki Guru TK/RA/PAUD maupun guru SD/MI menurut permendiknas Nomor:16 tahun 2007 pada dasarnya kompetensi intinya sama. Yang membedakannya adalah rincian dari masing-masing kompetensi inti. Kompetensi inti guru SD/MI/TK/RA dan PAUD tersebut adalah sebagai berikut:
Kompotensi paedagogik
1)      Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual.
2)      Mengusai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
3)      Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan diampu
4)      Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
5)      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
6)      Menfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki
7)      Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik.
8)      Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
9)      Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
10)  Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.


Ø  Kompotensi kepribadian
1)      Bertindak sesuai dengan norma, agama, hukum, sosial dan kebudayaan nasional indonesia.
2)      Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
3)      Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa.
4)      Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
5)      Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Ø  Kompetensi sosial
1)      Bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak deskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi.
2)      Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
3)      Beradaptasi di tempat tugas di seluruh wilayah RI yang memiliki keragaman sosial budaya.
4)      Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau dalam bentuk lain.
Ø  Kompetensi Profesional
1)      Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu
2)      Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
3)      Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif
4)      Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
5)      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

Khusus yang berkaitan dengan SDM kependidikan, pengembangan tenaga kependidikan sebagai unsur dominan dalam proses belajar mengajar diarahkan pada peningkatan kualifikasi, kompetensi dan profesionalisme. Karena itu, semua upaya peningkatan kinerja tenaga kependidikan dilakukan melalui lembaga-lembaga profesional dan perguruan tinggi yang memenuhi syarat. Pada setiap
4.      SDM tata usaha sekolah , lebih-lebih untuk sekolah dasar sangat  memprihatikan
Ketatausahaan sekolah adalah kegiatan penunjang  penyelenggaraan pendidikan di sekolah, tetapi pengaruhnya juga  sangat besar memberikan kontribusi terhadap kemampuan sekolah dalam menghasilkan lulusan yang bermutu. Karena itu untuk menyelenggarakan sekolah yang berkualitas sangat diperlukan adanya maupun aspek SDM maupun aspek sarana dan prasarana ke tatausahaan seperti IT dan lain-lainnya.

5.       SDM Pembina pendidikan (pengawasan sekolah ) belum dapat berperan secara maksimal

b. Sarana dan prasarana pendidikan dan pembelajaran yang masih belum memadai sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar. Pemerintah melaui peraturan menteri pendidikan nasional telah mengatur standar sarana dan prasarana satuan pendidikan antara lain khusus untuk sekolah dasar harus memiliki sejumlah sarana dan prasarana sebagai beriut:
1)      Ruang kelas
2)      Ruang perpustakaan
3)      Laboraturium IPA
4)      Ruang pimpinan
5)      Ruang guru
6)      Tempat ibadah
7)      Ruang UKS
8)      Toilet
9)      Gudang
10)  Ruang diskusi
11)  Tempat bermain/berolahraga

Khusus ruang kelas sekolah dasar kapasitas minimal 28 peserta didik, dengan rasio minimum luas ruang kelas 2m2/perpeserta didik, dengan fasilitas pencahayaan yang memadai yang dilengkapi dengan kursi dan meja untuk peserta didik, kursi dan meja guru, lemari, rak hasil karya siswa papan pajang, alat peraga, papan tulis, tempat sampah, tempat cuci tangan, jam dinding dan soket listrik.
Untuk laboraturium IPA dapat memanfaatkan ruang kelas yang dilengkapi dengan sarana:
1)      Lemari
2)      Model kerangka manusia
3)      Model tubuh manusia
4)      Globe
5)      Model tata surya
6)      Kaca pembesar
7)      Cermin datar
8)      Cermin cekung
9)      Cermin cembung
10)  Lensa datar
11)  Lensa cekung
12)  Lensa cembung
13)  Magnet batang
14)  Poster IPA (metamorfosis, hewan langka, hewan dilindungi, tanaman khas indonesia, contoh ekosistem, sistem pernapasan hewan.
Sedang ruang guru minimal 4 m2, pendidik atau ruang kepala sekolah 12 m2 lebar minimal 3 m. Yang semua dilengkapi dengan saran dan prasarana. Dari contoh standar minimal sarana dan prasarana tersebut diatas khusus untuk SD, kita bisa membanyangkan sampai tahun berapa sekolah-sekolah kita dapat melengkapi berbagai sarana tersebut meskipun dalam batas minimal lebih-lebih sekolah dasar di daerah terpencil.

Kondisi sekolah dengan sarana dan prasarana terbatas tersebut, menjadi tantangan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk menyelenggarakan pendidikan/sekolah berkualitas sesuai amanat undang-undang.


C. Pemberdayaan masyarakat yang belum sesuai dengan harapan
            Sejak ki Hajar Dewantara sampai sekarang selalu di dengungkan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara sekolah (pemerintah), masyarakat dan orangtua murid. Pernyataan inipun terpampang disekolah-sekolah, tetapi kondisi nyata yang dapat dilihat, masih sedikit orang tua murid atau masyarakat yang berpartisipasi secara aktif dalam mengembangkan sekolah dan meningkatkan mutu sekolah.
            Perubahan pradigma penyelenggaraan pendidikan dalam era reformasi,dan era otonomi penyelenggaraan pendidikan sampai pada tingkat kabupate/kota dan bahkan otonomi pada tingkat di sekolah, memberikan kekuasaan bagi setiap sekolah untuk berkreasi dan berinovasi dalam penyelenggaraan sekolah.
            Konsekuensi dari pradigma pendidikan yang memberikan otonomi pada tingkat sekolah menuntut sekolah untuk memberdayakan semua sumber yang dimilikinya. Salah satu sumber daya yang sangat potensial dan dimiliki oleh sekolah adalah masyarakat dan orang tua murid.
            Aspek dari struktural dari pelibatan masyarakat berarti adanya kesamaan atau keseimbangan antar struktur dari yang terlibat dalam pembuatan keputusan. Aspek prosedural pelibatan masyarakat berarti mengandung makna adanya kesamaan masukan dari kelompok profesional dan anggota-anggota masyarakat dalam menentukan aktivitas pengembangan staf untuk meningkatkan praktek-praktek penyelenggaraan sekolah yang berkulitas. Secara organisatoris dewan SCC ini memiliki tanggung jawab bersama sekolah untuk meningkatkan mutu pelayanan sekolah.
            Pemerintah (depdiknas) pada saat ini memberikan peluang kepada sekolah dalam pemberdayaan masyarakat melalui suatu lembaga yang dikukuhkan dengan peraturan pemeritah yaitu dewan sekolah atau komite sekolah.
            Komite sekolah sebagai wadah yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartipasi dan berprakarsa dalam membantu penyelenggaraan proses pendidikan kearah yang bermutu, berperan sebagai
1.      Pemberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan di satuan pendidikan.
2.      Pendukung, baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3.      Pengontrol, dalam rangka transpransi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
4.      Mediator antara pemerintah (eksekutif) di satuan pendidikan.

Untuk mengaplikasikan peran tersebut di atas dalam kegiatan organisasi, maka komite sekolah berfungsi sebagai berikut:
a)      Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
b)      Melakukan kerjasama dengan masyarakat dan pemerintah, berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c)      Menampung dan menganalisis aspirasi, ide,tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d)     Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
1)      Kebijakan dan program pendidikan
2)      Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
3)      Kriteria kinerja satuan pendidikan
4)      Kriteria tenaga kependidikan
5)      Kriteria fasilitas pendidikan dan,
6)      Hal-hal yang terkait dengan pendidikan
7)      Mendorong orang tua dan masyarakat berparstipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan
8)      Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan
9)      Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaran, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Hal yang perlu di perhatikan untuk menggalang dukungan masyarakat agar bersedia dan turut mendukung lembaga pendidikan adalah isu yang akan digunakan. Isu yang menarik untuk dipakai sebagai upaya menggalang dukungan harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
1.      Isu memang benar-benar penting dan berarti bagi masyarakat. Isu sebaiknya dalam lingkup yang terbatas lebih dahulu serta isu tersebut memiliki kekhasan.
2.      Isu harus tetap mencerminkan adanya tujuan perubahan yang lebih besar dalam jangka panjang.
3.      Isu yang diungkapkan memiliki landasan untuk membangun kejasama lebih lanjut dimasa depan.
4.      Apabila memungkinkan ajak beberapa tokoh masyarakat untuk merumuskan isu penting yang perlu diangkat sebagai dasar untuk membangun kerjasama dan dukungan.
Adapun kerjasama dalam kelompok dengan para pendukung yang efektif yaitu:
1.      Terfokus pada tujuan atau sasaran yang di sepakati.
2.      Tegas dalam menetapkan isu yang akan digarap/ditanggulangi serta diantisipasi bersama.
3.      Ada pembagian peran dan tugas yang jelas diantara semua partisipan
4.      Jaga dinamika dalam setiap proses kerjasama, karena itu kelenturan (fleksibilitas) harus benar-benar dijaga.
5.      Adanya mekanisme komunikasi yang baik dan lancar, dan jelas, sehingga semua tahu harus menghubungi siapa tentang apa dan pada saat kapan serta dimana.
6.      Dibentuk untuk jangka waktu tertentu yang jelas.

2.         Tantangan  perbaikan manajemen
   Perbaikan manajemen pendidikan dan manajemen sekolah diarahkan untuk lebih memberdayakan lembaga-lembaga pendidikan dan sekolah dan sebagai unit pelaksanaan terdepan dalam kegiatan belajar mengajar disekolah.
   Untuk lebih mengoptimalkan peran sekolah dan menghargai kebutuhan nyata di setiap sekolah, maka implementasi manajemen berbasis sekolah(school based manajement). Dengan demikian SBM merupakan jalan agar sekolah bisa mengambil tanggung jawabnya terhadap berbagai peristiwa dan keadaan para siswanya disetiap sekolah. Setiap keputusan dibuat secara kolektif oleh stakeholders: kepala sekolah, seluruh staf dan guru, orangtua,tokoh masyarakat, bahkan juga para siswa sendiri. Dengan demikian sekolah akan berjalan sesuai dengan kebutuhan dan kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat. Ini berarti, bersesuaian dengan SBM, maka pelaksanaan pendidikan akan berjalan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Inilah konsep community based education (pendidikan berdasarkan komunitas/masyarakat) yang merupakan konsekuensi dari otonomi pendidikan dan sekolah.
   Sejalan dengan era otonomi daerah, pendidikan bergantung pada apa maunya daerah dan sekolah, karena itu kualitas pendidikan dan sekolah masa depan berganung pada komitmen daerah
 Dan sekolah masing-masing unuk merumuskan visi dan misinya .Bagi daerah dan sekolah yang memiliki political will yang kuat, serta mengedepankan arti penting pendidika sebagai upaya human investment, maka bisa dipastikan pendidikan dan sekolah di daerah tersebut memiliki konsep dan pelaksanaan pendidikan yang baik.
   Sebuah sekolah akan dilihat berhasil bukan semata-mata karena siswanya mencapai NEM yang tinggi. NEM itu hanyalah bagian kecil dari ukuran keberhasilan. Apalagi penelitian menunjukkan bahwa IQ (Intellectual Qoutient) hanya berperan 20 % menunjang kesuksesan seseorang, 80 % nya justru EQ (Emotional Qoutient) dan Spritual Qoutient yang menunjang kesuksesan seseorang. Itu artinya bekal-bekal semacam kemampuan menahan diri, mengendalikan emosi, memahami emosi orang lain, memiliki ketahanan menghadapi kegagalan, bersikap sabar, memiliki motivasi diri yang tinggi, kreatif, berempati, bersikap toleran, semua nilai-nilai tersebut jauh lebih penting dari sekedar NEM yang tinggi.
   Sekolah harus memiliki kemampuan management untuk mengelola berbagai perangkat dan kondidi agar para siswa mencapai tujuan belajar. Gordon Dryden da Jeanette Vos (The Learning Revoluation), merumuskan apa yang menjadi tujuan belajar. Pertama, mempelajari keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran spesifik. Kedua, mengembangkan konseptual umum. Ketiga, mengembangkan kemampuan dan sikap pribadi yang secara mudah dapat digunakan dalam segala tindakan.

3. Tantangan Akses Pendidikan
   Salah satu kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, adalah terlaksananya wajib belajar Pendidikan Dasar 9 tahun yang sekarang sudah menuju wajib belajar 12 tahun. Keberhasilan implementasi kebijakan ini mempunyai dampak strategis sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
   Keberhasilan wajib belajar ini dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti pembangunan UGB, SLTP Terbuka, penyuluhan dan sebagainya. Tetapi sampai saat ini upaya penuntasan wajar tersebut masih dihadapkan kepada berbagai kendala sehingga belum mencapai hasil yang optimal. Kondisi ini ditandai oleh APK, APM dan angka transisi SD/MI ke SLTP dan SLTA yang relatif masih rendah, angka droup out yang diduga akan semakin meningkat sebagai dampak krisis ekonomi dan sosial.
   Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti ekonomi, sosial budaya, ketidakmampuan akademik bahkan mungkin faktor ketidaktahuan tentang berbagai aspek mengenai kemudahan-kemudahan dalam pendidikan khususnya dalam rangka wajib belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan wajib belajar 12 tahun. Di samping masyarakat umum (anak normal) terdapat pula sebagian anak-anak yang kurang beruntung karena mengalami ketunaan seperti tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tua grahita, tuna daksa dan tuna laras. Banyak orang tua anak/keluarga merasa malu untuk menyekolahkan anaknya meskipun secara ekonomi mereka tergolong berkecukupan. Padahal anak-anak tersebut juga memiliki potensi dan hak untuk mengikuti pendidikan sebagaimana anak-anak normal lainnya.
   Penyediaan sarana dan prasarana gedung dan perlengkapannya misalnya akan memerlukan pembiayaan yang sangat besar, lebih-lebih utuk melayani siswa yang berada di daerah terpencil dan terdistribusi di daerah berjauhan. Hal ini akan lebih besar pembiayaan yang diperlukan karena diperlukan jumlah tenaga kependidikan yang banyak, apalagi untuk akses pendidikan sampai SLTA. Maka tantangan besar bagi pemerintah dalam rangka meningkatkan akses pendidika dan atau penuntasan wajib belajar akan semakin berat.

   Perbincangan mutu pendidikan khususnya mutu sekolah, pada saat ini menjadi perhatian semua kalangan, baik pakar pendidikan, praktisi, politisi, masyarakat awam dan semua kalangan dari berbagai jenjang strata kehidupan masyarakat. Tidak mengherankan akhirnya berbagai pendapat ada yang sangat bagus untuk kalangan pendidikan tetapi tidak sedikit yang justru akan merusak pendidikan, apalagi pendidikan coba diseret-seret ke dalam ranah politik praktis. Oleh sebab itu bagi kalangan pendidika dan orang-orang yang peduli pendidikan harus meletakkan perbincangan itu pada tataran kosep pendidikan yang secara akademik memang benar-benar bisa dipertanggung jawabkan.

1.      Apa sebenarnya mutu pendidikan itu, dan bagaimana kita harusnya membangun mutu
Mutu sebagai suatu ukuran terhadap suatu obyek, khususnya di lingkungan pendidikan sering didefinisikan sebagai hasil belajar. Oleh sebab itu tidak mengherankan kalau di masyarakat bahkan dikalangan pelaksana pendidikan menganggap pendidikan bermutu adalah apabila siswa mampu mencapai nilai 8,9 atau bahkan IPK 3 dan 4. Berbagai pandangan tentang hal ini banyak diungkapkan oleh para ahli.

1.   Karakteristik Mutu
Usman (2008) meyebutkan ada 13 karekteristik mutu yang perlu dikenali oleh setiap orang untuk mengukur sejauh mana mutu organisasi dapat dicapai. Karekteristik mutu tersebut adalah sebagai berikut :
1.      kinerja (performa) yang berkaitan denga aspek fungsional institusi pendidikan/institusi pendidikan (misalnya kierja guru dalam mengajar, pelayanan administratif dan edukatif yang dapat memberi kesan memuaskan, menyenangkan dan sesuai dengan standar performasi yang diinginkan).
2.      Waktu yang wajar (timelies), pekerjaan dapat diselesaikan dalam waktu yang wajar, dengan kata lain tepat waktu sesuai dengan yang ditargetkan, misalnya apakah siswa dapat menyelesaika studinya tepat waktu atau malah memerlukan tambahan waktu lagi dari standar waktu yang ditetapkan.
3.      Handal (reliability), pelayanan yang diberika dari waktu ke waktu selalu tatap dalam keadaan yang memuaskan, menyenangkan bagi pelanggan. Tidak terjadi pada satu waktu pelayanan bermutu, tetapi untuk waktu yang lain pelayanan tidak dapat memuaskan pelanggan. Untuk itu maka pengukuran kehandalan pelayanan harus selalu dilakukan secara periodik misalnya setiap 3 bulan sekali atau mungkin setiap bulan. Bermutu dalam perspektif ini adalah apabila hasil pengukuran dari waktu ke waktu memberikan hasil minimal sama, tidak menurun.
4.      Daya tahan (durability), pelayanan yang diberikan tetap tidak berubah meskipun dalam institusi terjadi tekanan atau masalah, misalnya dalam kondisi krisis keuangan, pelayanan prima tetap diberika kepada pelanggan.
5.      Indah (aesthetics). Produk yang dihasilkan oleh institusi dan lingkungan institusi tertata secara baik sehingga memberi kesan keindahan bagi pelanggan.
6.      Hubungan manusiawi (personal interface). Pelayanan yang diberikan oleh semua anggota organisasi harus menjunjung tinggi nilai profesioalisme dan nilai-nilai moral, demokratis dan saling menghormati.
7.      Mudah penggunaannya (easy of use) aturan, pedoman, asas yang digunakan di lingkungan institusi dapat dengan mudah diaplikasikan oleh semua orang, termasuk produk yang dihasilkan dapat dengan mudah digunakan semua orang.
8.      Bentuk khas (feature) artinya produk memiliki keunggula tertentu dibandingkan dengan produk lain yang sejenis. Dalam dunia pendidikan, misalnya produk lulusa suatu institusi pendidikan memiliki kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi yang canggih, dan dapat menggunakan 3 bahasa. Tetapi sekolah lain di daerah lain memiliki keunggulan lain lagi, misalnya sekolah a memiliki keunggula dalam penguasaan baca, tulis dan pemaknaan Alquran.
9.      Standar tertentu (conformance to specification) pelayanan dan produk yang diberikan memenuhi standar tertentu, misalnya ISO) 9001:2000, Standar nasional dan lainnya.
10.  Konsistensi (consistency), pelayanan dan produk selalu stabil, sesuai antara visi dan misi dengan apa yang dilakukan/tindakan.
11.  Seragam (uniformity) tidak variatif
12.  Mampu melayani ( serviceability) kemampuan memberikan pelayanan prima terhadap berbagai keluha, dan complain terhadap mutu produk dan layanan. Misalnya institusi membuka kotak saran.
13.  Ketepatan (accuracy), pelayanan yang diberika sesuai dengan kehedak pelanggan. Untuk itu sering dalam pengukuran ketepatan pelayanan ini, institusi membuat kotak keluhan atau kotak lapora ketidaknyamanan pelayanan yang diberikn kepada pelanggan. Dengan demikian ketidak tepatan pelayanan akan segera diketahui dan segera pula untuk diambil tindakan tertentu, guna memenuhi kehendak pelanggan.
                     
2.Definisi Mutu
Definisi mutu memiliki konotasi yang bermacam-macam, tergantung pada yang memberi makna. Mutu berasal dari bahasa Latin, quails yang artinya what kind of. Tetapi pada saat ini banyak pemahaman yang berbeda dalam perspektif tentang mutu. Beberapa guru mutu memberikan definisi mutu sebagai berikut:
1.      Deming memberi makna mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar.
2.      Cropsby memberikan definisi tentang mutu adalah kesesuaian dengan yang disyaratkan.
3.      Jurn memberi makna mutu adalah kecocokan dengan produk.
4.      West-burnham memberi makna mutu adalah ukuran relatif suatu produk atas jasa sesuai dengan standar mutu reka bentuk. Kualitas reka bentuk meliputi spesifikasi produk dan mutu kesesuaian, yaitu seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi mutu yang ditetapkan.
5.      Sallis mendefinisikan mutu adlah konsep yang absolute dan relative. Mutu absolute adalah idealisme yang tinggi dan harus dipenuhi, standar tinggi dan sifat produk bergengsi tinggi, biasanya mahal, sangat mewah dan jarang dimiliki orang (high quality and top quality). Sedangkan mutu relatif yaitu apakah produk dan jasa telah memenuhi standar yang ditetapkan. Dalam hal ini memiliki dua aspek yaitu aspek prosedural dan aspek transformasional.
*      Aspek prosedural adalah mutu produk dan jasa yang dihasilkan sudah sesuai dengan spesifikasi standar yang telah ditetapkan sebelumya.
*      Aspek transformasional adalah ukuran mutu yang lebih mengarah pada peningkatan mutu dan perubahan organisasi. Aspek ini meliputi :
1.      Pelayanan prima kepada pelanggan, tanggung jawab sosial yang tinggi,      kepuasan pelanggan dan perawatannya.
2.                   Pelanggan dinomorsatukan, didengar dan disatukan.
3.                   Di lingkungan pendidikan, budaya transformasional adalah fungsi dari motivasi yang dimiliki pendidik dan pemimpin dengan peserta didik sebagai pusat perhatiaannya.
Green (1994), berpendapat bahwa mutu mengandung multi perspektif, sehingga memerlukan pemahaman yang mendalam sebelum mengukur mutu.
1.      Mutu dalam konsep tradisional adalah menyediakan/menghasilkan produk dan layanan yangg berbeda dan khusus yang dapat meningkatkan status pemakai.
2.      Mutu adalah mengkonformasi/merujuk pada spesifikasi atau standar.
3.      Kesesuaian dengan tujuan. Sesuatu dikatakan bermutu apabila produk dan layanan yang diberikan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
4.      Keefektifan dalam mencapai tujuan.
5.      Sesuai kebutuhan pelanggan.
Dalam berbagai kajian tentang mutu pendidikan, maka makna mutu dalam pendidikan, yang lebih banyak dianut karena lebih komprehensif seperti dinyatakan oleh Julie A, Furst Bowe  (2007) dikelompokkan sebagai berikut :
1.   Quality as exceptional yang mencakup : Khas dan khusus (distinctive); Nilai utamanya adalah keunggulan; Eksklusif dan berkelas tinggi; Memenuhi seperangkat standar yang ditentukan; Diupayakan untuk memenuhi standar yang ditentukan organisasi.
2.   Quality as perfection yang mencakup: Konsistensi; Fokus pada proses; Menentukan spesifikasi yang harus dipenuhi secara sempurna; Bebas kesalahan; Memastikan semuanya benar dari awal; menjamin semuanya benar tanpa kesalahan; Kendali mutu menjadi budaya kerja.
3.   Quality as value for money yang mencakup; Diukur dengan kriteria seperti standar, spesifikasi, atau tingkat keterandalan; Akuntabilitas terhadap pihak berkepentingan.
4. Quality as transformation yang mencakup: Bersifat kualitatif, menghendaki terjadinya perubahan bentuk/karakter yang bersifat fundamental; melibatkan perubahan pola pikir SDM; Proses perubahan berkesinambungan terhadap pengguna jasa; Doing something ‘for’ not just ‘to’ the customer; Pengguna jasa mengubah pola pikir mereka untuk peningkatan mutu hidup mereka secara berkesinambungan.
Pandangan Total Quality Management dalam membangun mutu suatu institusi lebih berpihak pada paradigma berpikir perbaikan proses. Perbaikan proses tersebut terletak pada perbaikan manajemen. Paradigma TQM ini sejalan dengan paradigma berpikir sistem akreditasi institusi pendidikan, yang menekankan pemenuhan komponen standar pendidikan khususnya proses implementasi yang dibuktikan dengan bukti fisik. Mutu dalam konteks manajemen  mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM) bukan hanya merupakan suatu gagasan, melainkan suatu filosofi dan metodologi dalam membantu lembaga untuk mengelola perubahan secara totalitas dan sistematik, melalui perubahan nilai, visi, misi, dan tujuan. Karena dalam dunia pendidikan mutu lulusan suatu sekolah dinilai berdasarkan kesesuaian kemampuan yang dimilikinya dengan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum.
Adams, seperti dikutip oleh Rahim (2009) menyatakan mutu merupakan hasil interaksi dari elemen-elemen murid, guru dan tenaga pendidikan dan kependidikan lainnya (proses penyelenggaraan pendidikan seperti mutu pembelajaran). Mutu digambarkan dengan :
a.       Pengetahuan, keterampilan dan informasi yang dialihkan dan ditransformasikan kepada peserta didik.
b.      Capaian atau prestasi akademik (cognitive skills), jumlah murid yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
c.       Outcome digambarkan dengan parameter, misalnya status pekerjaan setelah lulus sekolah, jumlah lulusan yang terserap sebagai tenaga kerja di lapangan kerja, lama masa tunggu setelah lulus sekolah mendapat pekerjaan bahkan termasuk juga gaji yang diterima pada saat pertama bekerja setelah lulus institusi pendidikan.
d.      Nilai tambah yaitu akibat, pengaruh (influence) dan hasil (effect) institusi atau sistem pendidikan atau peserta didik.
Sementara Archibold (2001) menambahkan bahwa mutu pendidikan juga dapat dilihat dari sisi non akademik, yaitu sikap dan perilaku yang tertanam pada peserta didik seperti berpikir kritis, sikap dan berpikir terbuka, kreatif dan inovatif, logis, empati, apresiatif terhadap keberagaman.
Menurut Hari Sudradjad (2005 : 17) pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompotensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life skill), lebih lanjut Sudradjat mengemukakan pendidikan bermutu  adalah pendidikan yang mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia dengan pribadi yang integral (integrated personality) yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu, dan amal.
Namun untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan, maka sekolah harus melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)  yang berorientasi pada peningkatan mutu. 

3. Elemen Penentu Mutu
Dalam perspektif yang lain Yin Chiong dan Frank seperti dikutip oleh Husni Rahim (2009) menjelaskan beberapa elemen penentu mutu pendidikan dalam perspektif model yang lebih mikro, yaitu tingkat satuan pendidikan (sekolah). Beberapa perspektif model tersebut dikategorikan dalam beberapa model sebagai berikut :

a.       Model input
Model input mutu digambarkan dengan ketersediaan berbagai sumber masukan yang bermutu. Sumbser-sumber bermutu tersebut mencakup seperti masukan siswa yang bermutu, guru yang berkelayakan akademik dan kompetensi yang berrmutu (profesional). Dengan demikian sekolah bermutu adalah sekolah yang memiliki ketersediaan input yang tidak hanya cukup, layak dan memadai sesuai dengan ukuran rasio siswa, tetapi juga sarana yang tersedia tersebut adalah berkualitas/bermutu dan up to date.
b.      Model tujuan
Perspektif model tujuan berarti terpenuhinya persyaratan dan spesifikasi (confirmation of specification) berdasarkan norma standar dan indikator yang jelas dan dapat diakui. Dengan demikian dapat dikatakan sekolah bermutu menurut perspektif model tujuan adalah sekolah yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan oleh sekolah, departemen atau tuntutan masyarakat.
c.       Model proses
Model ini memberikan gambaran tentang sekolah berkualitas adalah sekolah yang mampu menampilkan proses yang bermutu. Proses yang bermutu adalah proses yang dilakukan dengan tahapan-tahapan yang sistematis, dilakukan sesuai dengan operasional standar (POS) dan memiliki penjaminan mutu proses. Artinya selama proses dilaksanakan ada monitoring dan evaluasi yang terus menerus dan peningkatan terus menerus (continous monitoring and development).
d.      Model konsumen
Perspektif model konsumen, memberikan gambaran bahwa sekolah bermutu adalah apabila sekolah mampu menunjukkan dan melaksanakan pelayanan pendidikan yang memuaskan konsumen (pelanggan). Dalam perspektif ini dilihat apakah hasil pendidikan dan pelayanan pendidikan yang dilakukan sesuai dengan harapan dan kebutuhan konsumen, jadi parameternya adalah kesesuaian  harapan dan kebutuhan dengan hasil yang nyata diberikan oleh sekolah.
e.       Model pembelajaran
Menurut perspektif model pembelajaran mutu adalah perkembangan atau kemajuan yang ajeg. Sekolah dihadapkan kepada lingkungan yang selalu berubah dan sangat dinamis. Dalam konteks ini sekolah bermutu adalah sekolah yang memiliki kemampuan cepat dan tepat untuk menyesuaikan diri dan lulusannya dengan berbagai perubahan yang cepat di lingkungannya yaitu masyarakat dan stakeholders.

f.       Model continuous development

g.      Model expert
Model ini lebih menekankan nilai, perilaku dan kemampuan profesional yang memberikan layanan pendidikan. Para profesional adalah pihak yang paling dekat dengan peserta didik dan memiliki pengetahuan yang diperlukan dalam pengambilan keputusan sekolah. Dalam perspektif ini sekolah bermutu adalah sekolah yang mampu menyelenggarakan pendidikan oleh orang-orang yang profesional dan berbasiskan pada sistem tata nilai dan budaya berkualitas.


Dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual pendidikan. Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif (Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas artinya dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah).
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi keberhasilan pendidikan.
Menurut Suyanto, “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “di ditiru”
Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan, atau pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan). Namun kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru terlebih terlebih guru honorer, yang tidak berasal dari pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan nasional masa kini.



Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun mental spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu perkembangan kebudayaan dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat terhindar dari pengaruh kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses alkulturasi yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu dengan adanya alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi kebudayaan, moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan bagi pendidikan islam untuk memfilter budaya-budaya yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh budaya-budaya barat. (Arifin, 1994:42)
Menurut Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis factual atau pengetahuan.
Dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru. Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya professionalisme guru.
Sebagimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dari pada kemajuan teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi menawarkan berbagai kesantaian dan ketenangan yang semangkin beragam.
Dampak negatif dari teknologi moderen telah mulai menampakan diri di depan mata kita, yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual / jiwa yang sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya.  Pengaruh negatif dari teknologi elektronik dan informatika dapat melemahkan fungsi-fungsi kejiwaan lainya seperti kecerdasan pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah kemampuan aktualnya dengan alat-alat teknologi-elektronis dan informatika seperti Komputer, foto copy dan sebagainya.(Arifin,1991,hal: 9 )
Alat-alat diatas dalam dunia pendidikan memang memiliki dua dampak yaitu dampak positif  dan juga dampak negatif. Misalnya pada pelajaran bahasa asing anak didik tidak lagi harus mencari terjemah kata-kata asing dari kamus, tapi sudah bisa lewat komputer penerjemah atau hanya mengcopy lewat internet. Nah dari sinilah nampak jelas bahwa pengaruh teknologi dan informasi memiliki dampak positif dan negatif

Krisis moral , melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika, perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas pada ‎perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah, penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan ‎tidak punya integritas dan krisis akhlaq lainnya.

Dengan kemajuan ilmu pengatahuan disuatu Negara  menyuguhkan ‎kemudahan, kenikmatan dan kemewahan akan menggoda kepribadian seseorang. Yang tidak memiliki nilai sosial akan kesupanan , kepudialian , kejujuran , dan kesederhanaan , karena hal itulah sehingga menyebabkan orang yang berkepribadian rendah, melakuan korupsi, kolusi dan nepotisme ‎, kejahatan      intelektual, merusak alam untuk kepentingan pribadi, menyerang ‎ kelompok yang tidak sepaham, percaya perdukunan, menjadi budak setan dan lain-lain. Faktor   pendorong adanya tantangan di atas dikarenakan longgarnya pegangan terhadap    agama dengan mengedepankan ilmu pengetahuan, kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh kepala rumah tangga yaitu dengan keteladanan dan informasi budaya negatif global
Kesiapan itu Deliar Noer memberikan ilustrasi ciri-ciri manusia yang hidup di jaman global adalah masyarakat informasi yang merupakan kelanjutan dari ‎manusia modern dengan sifatnya yang rasional, berorientasi ke depan, terbuka, menghargai waktu, kreatif, mandiri dan inovatif ‎ juga mampu bersaing serta menguasai ‎berbagai metode dalam memecahkan masalah . ‎Dengan demikian pendidikan agama Islam dituntut untuk mampu membekali peserta didik moral, kepribadian, kualitas dan kedewasaan hidup guna menjalani ‎kehidupan bangsa yang multi cultural, yang sedang dilanda krisis ekonomi agar dapat ‎hidup damai dalam komunitas dunia di era globalisasi.‎