Ø
Pengertian globalisasi
Menurut Anthony
Giddens (2005 : 84) menyatakan bahwa globalisasi dapat diartikan sebagai
intensifikasi relasi sosial sedua yang menghubungkan lokalitas yang saling
berjauhan sedemikian rupa sehungga jumlah peristiwa sosial dibentuk oleh
peristiwa yang terjadi pada jarak bermil- mil. Pandangan berbeda tentang
globalisasi yang dikemukakan oleh Ulrich Beck, pemikir filsafat sosial Jerman
bahwa dalam globalisasi ada tiga pengertian kunci yaitu : (Sindhunata, 2003)
Deteritorialisasi yang berarti batas – batas geografi ditiadakan
atau tidak lagi berperan dan tidak lagi menentukan dalam perdagangan
antarnegara.
Transnasionalisme ialah mentiadakan batas- batas geografis
seperti blok- blok.
Mutilokal dan translokal, dimana globalisasi memberikan
kesempatan bagi manusia di berbagai belahan dunia membuka horison hidupnya
seluas dunia, tanpa kehilangan kelokalannya.
Globalisasi bersifat multimedia karena dapat dilihat dari
berbagai aspek. Menurut Baharudin Darus menyatakan bahwa ada lima aspek
globalisasi yaitu :
Globalisasi informasi dan komunikasi;
Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas;
Globalisasi gaya hidup, pola konsumsi, budaya dan kesadaran;
Globalisasi media massa cetak dan elektronik;
Globalisasi polotik dan wawasan.
Menurut Thomas L. Friedman (2000), globalisasi adalah sebuah
sisitem yang netral yang dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif, bisa
memperkuat atau melemahkan sendi – sendi kehidupan, menyeragamkan atau
mempolarisasikan, juga mendemokratisasikan atau justru sebaliknya. Itu semua tergantung
bagaimana kita meresponnya.
Globalisasi membawa 4 ciri utama, yakni Dunia-Tanpa-Batas (Borderless
World), Kemajuan Ilmu dan Teknologi, Kesadaran terhadap HAM serta Kewajiban
Asasi Manusia dan Masyarakat Mega Kompetisi (Tilaar, 2009:2-3). Karakter masyarkaat
mega kompetisi yang memungkinkan persaingan maupun kerjasama antar bangsa dan
negara masuk kedalam logika pendidikan. Persaingan tidak hanya dengan bangsa
lain, akan tetapi sesama siswa didik itu sendiri.
Pengertian pendidikan
Dilihat dari padangan antropologik, melihat pendidikan dari aspek
budaya antara lain pemindahan pengetahuan dan nilai – nilai kepada generasi
berikutnya. Pendekatan sistem perlu dipergunakan dalam menjelaskan pendidikan,
karena pada era global sekarang ini dunia pendidikan telah berlembang
sedemikian rupa sehingga menjadi hal ikhwal. Proses pendidikan merupakan upaya
yang mempunyai dua arah yaitu yang pertama bersifat menjaga kelangsungan
hidupnya (Maintenance synergy) dan kedua menghasilkaan sesuatu (Effective
synergy).
Rogers, Burdge, Korsching dan Donner Meyer (1988:437) enyatakan
bahwa pendidikan sebagai proses trasmisi dudaya mengacu kepada setiap bentuk
pembelajaran budaya (culturale learning) yang berfungsisebagai transmisi
pengetahuan, penemongan manusia muda, mobilitas sosial, pembentukan jati diri
dan kreasi pengetahuan.
Toffler (dalam Sonhadji, 19993 : 4) menyatakan bahwa sekolah atau
lembaga pendidikan masa depan harus mengarahkan peserta didiknya untuk belajar
bagaimana belajar (learn how learn). Kebutaan dalam era global adalah
ketidakmampuan belajar bagaimana belajar. Raka Joni merumuskan bahwa ciri utama
manusia masa depan Indonesia adalah manusia yang mendidik diri sendiri
sepanjang hayat dan masyarakat belajar yang terbuka tetapi memiliki pandangan
hidup yang mantap. Maka peserta didik harus dibekali informasi tentang latar
belakang yang memberi dampak pengganda pada pembelajarannya sehingga dapat
memberikan motivasi yang besar untuk membaca dan mempelajari informasi dari
berbagai sumber. Kita harus siapkan kompetensi agar siswa eksis di era global
yang sangat kompetitif, maka sangat strategis dalam pembudayaan pembelajaran di
sekolah dengan siswa menjadi pusat pembelajaran dalam proses pencarian
informasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Makagiansar yang menyatakan bahwa
agar pendidik dapat mempersiapkan peserta didik yang eksis, maka pendidik harus
mengenbangkan kemampuan mengantisipasi, mengerti dan mengatasi situasi,
mengakomodasi serta mereorientasi kepada peserta didik.
Secara lebih rinci H.A.R. Tilaar (1999:295) menyebutkan beberapan
tuntutan guru masa depan yang diperlukan
oleh lembaga pendidikan yaitu :
Guru sebagai agen pembaharuan , yaitu guru yang benar – benar
cerdas tetapi juga memiliki komitmen profesi yang kuat.
Seorang pengembang sikap toleransi dan saling pengertian, yaitu
guru yang memiliki kompetensi sosial yang tinggi dengan tingkat kecerdasan
emosional yang bagus.
Pendidik profesional, yaitu diperlukan paradigma baru yang
menuntut pengembangan profesi guru yang profesional serta pembinaannya dalam
era masyarakat terbuka, kedepan adalah sebagai berikut.
Kepribadian yang matang dan berkembang agar dapat
memberikan bimbingan kepada peserta didik yang sedang dalam tahap pengembangan,
kepribadian yang kuat dan seimbang, mempunyai visi tentang etika tingkah laku
manusia sebagai indivudu dan sebagai anggota masyarakat.
Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang kuat,
katrena guru harus membawa peserta didik untuk memasuki dunia ilmu pengetahuan
dan teknologi yang terus – menerus berkembang.
Keterampilan membangkitkan minat peserta didik,
karena itu guru harus memiliki kemampuan metodologis yang kuat.
Pengembangan profesi yang berkesinambungan
Untuk mencapai
peningkatan kualitas pembelajaran merupakan tuntutan yang mutlak dilakukan
sekarang, maka diperlukan perbaikan kondisi manajemen sekolah yang handal agar
dapat berperan dalam menciptakan kondisi pendidikan yang siap dan berkualitas.
Indra Djati (2001) menyatakan bahwa tantangan pendidikan nasional
di era globalisasi sekarang ini paling tidak menyangkut nilai tambah (added
value), tantangan dalm pengembangan sumberd daya manusia, tantangan daya saing
bangsa dan munculnya kolonialisme baru dalam bidang iptek dan ekonomi. Semua
hal itu perlu pengelolaan (manajemen) pendidikan dan sekolah yang baik dengan
mendasarkan pada manajemen kualitas.
Pendidikan global merupakan upaya
untuk menanamkan suatu pandangan (perspective) tentang dunia kepada para
siswa dengan memfokuskan bahwa saling keterkaitan antar budaya, umat manusia
dan kondisi planet bumi.
Willard M.Kniep (1989) mengemukakan bahwa isi pendidikan global
dirumuskan dari realitas sejarah dan kondisi saat ini yang menggambarkan dan
menunjukkan dunia sebagai masyarakat global. Dari hasil analisisnya Kniep
(1989,437) memperkenalkan empar unsur kajian yang dianggap esensial dan
mendasar bagi pendidikan global yaitu : (1) Kajian tentang nilai manusia, (2)
Kjian tentang sisitem global, (3) Kajian tentang masalah – masalah dan isu –
isu global dan (4) Kajian tentang sejarah saling ketergantungan antar orang,
budaya dan bangsa.
Sumber daya manusia unsure terpenting dalam melaksanakan
pembangunan secara keseluruhan, karena itu keberhasilan proses pembangunan dan
kemampuan suatu bangsa atau daerah untuk bersaing dengan bengsa lain atau
daerah lain dalam era otonomi sangat tergantung pada kesiapan sumber daya
manusia itu sendiri. Saat ini sering disebut dengan era roformasi, era
teknologi, dan pasar bebas atau era global sehingga batas Negara dalam arus
informasi tidak dapat dilihat secara fisik.
Berkaitan dengan era reformasi maka dibutuhkan kemampuan sumber
daya manusia yang berkualitas:
1. Kemampuan mencari informasi
2. Kemampuan mengolah informasi
3. Kemampuan menganalisis dan menyimpulkan
informasi
4. Kemampuan menggunakan informasi
5. Mengkomunikasikan informasi
Ahli menyatakan bahwa
sumber daya manusia pada masa akan dating harus menguasai berbagai kemampuan
yaitu: ilmu pengetahuan dan teknologi, kemampuan kerja sama, kemampuan daya
piker dan analisis yang kuat serta kepemilikan informasi yang luas dan dalam. Slamat
(2004) menyatakan bahwa kemampuan SDM masa depan harus di persiapkan oleh
lembaga pendidikan adalah kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan era informasi
dan era teknologi. Untuk itu ada beberapa tantangan yang harus dipersiapkan
dalam rangka kualitas SDM masa depan yang di butuhkan yaitu:
1. Kemampuan dasar (daya pikir, daya kalbu
dan daya fisik)
2. Kemampuan instrumental dan fungsional,
yaitu kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan, dan
teknologi, penggunaan sumber daya, kemampuan kerja sama dan kemampuan
penggunaan informasi.
Dari berbagai pendapat
diatas,maka SDM pada masa depan harus dipersiapkan sedemikian rupa sehingga
memiliki :
1. Kemampuan yang berkaitan dengan informasi
(mencari,mengolah,memanfaatkan dan mengkomunikasikan),mengingat era pasar bebas
maka informasi dan pengkomunikasian informasi lebih banyak menggunakan bahasa
asing,sedangkan pengolahan informasi lebih cenderung menggunakan teknologi
elektronik(high Touch),maka tuntutan bahasa asing akan menjadi tantangan
tersendiri dalam kaitan dengan kemampuan ini.
2. Kemampuan dasar yang mencakup
kemampuan daya pikir kritis,daya kalbu
dan daya fisik yang sehat,sehingga dapat menunjang kepemilikan kemampuan dasar.
3. Kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
4. Kemampuan pengelolaan lingkungan dan
sumber daya.
5. Kemampuan komunikasi dan kerjasama.
Dalam perspektif yang
lain,Gardner,(2006) mengemukakan 5
kemampuan pikir yang diperlukan untuk masa depan (era global)yang disebutnya
dengan istilah Five Minds For The Future.Kemampuan pikir tersebut adalah
sebagai berikut :
a. The Desciplined Mind,yaitu kemampuan berpikir yang digunakan
seseorang yang tengah menekuni sesuatu bidang tertentu.Kemampuan ini adalah
ketangkasan/keterampilan belajar dan mempelajari
bidang tertentu sehingga menjadi sesuatu
yang melekat pada dirinya.
b. The Synthesizing Mind,yaitu kemampuan
seseorang mengumpulkan,memahami serta mensintesakan berbagai informasi yang
dibutuhkan nya untuk meningkatkan derajat kehidupannya.Dengan kemampuan ini
seseorang akan dapat memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya dalam
kehidupan sehari-hari secara aktif,kreatif,inovatif,dan produktif.
c. The Creating Mind, yaitu kemampuan
seseorang menggunakan berbagai informasi
yang telah dipahaminya untuk memecahkan permasalahan atau menghasilkan produk yang bermanfaat
,bukan hanya bagi dirinya tetapi juga bagi lingkungan masyarakatnya.
d. The Respectful Mind,yaitu kemampuan dan
kesediaan seseorang untuk menghargai
cara berpikir dan bertindak orang
lain yang berbeda dengan dirinya.kemampuan ini juga juga mensyaratkan kemampuan
seseorang untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang lain.ini berarti sesuai dengan 4 pilar belajar dari
Unesco khususnya Learning to life to gather.
e. The Ethical Mind,yaitu kesediaan seseorang menjunjung tinggi nilai-nilai etika yang
universal.Kemampuan ini merujuk pada perlunya pembelajaran karakter(character
building)bagi para peserta didik.Dengan demikian seseorang peserta didik tidak akan pernah tercabut dari akar budaya masyarakatnya,bangsa dan
negaranya.
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan
sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi
juga diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan
non formal .
Pendidikan sebagai salah satu cara yang sangat strategis
mengemban misi untuk melahirkan SDM berkualitas menjadi harapan bagi semua
warga masyarakat untuk dapat mempersiapkan manusia Indonesia yang mampu berkompetisi dalam era global.
Beberapa tantangan Pendidikan Nasional dalam era yang selayaknya
menjadi perhatian semua kompenen masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
paling tidak mencakup beberapa aspek
seperti :
1.Tantangan Kualitas
Kondisi Pendidikan
pada saat ini di hadapkan pada satu permasalahan yang mutlak harus diantisipasi
dan dicari jalan keluar yang tepat dan cepat untuk mengejar ketertinggalan dari
daerah lain.Kondisi tersebut adalah
masalah kualitas pendidikan yang masih relatif rendah di berbagai jenjang
pendidikan,karena masih menghadapi
berbagai tantangan,yaitu :
a)
SDM Kependidikan yang belum optimal baik dilihat
dari kualitas maupun kuantitas.Berkaitan dengan hal itu,tantangan yang dihadapi
adalah :
1. SDM Pengelola pendidikan di berbagai
tingkatan ,mulai tingkat pengelolaan pada kantor pendidikan (misalnya Dinas
Pendidikan)sampai tingkat kesatuan pendidikan (sekolah) belum optimal dilihat
dari kinerjanya dalam manajemen dan
pembinaan.sangat banyak para pengelola pendidikan sekarang kurang memiliki pengetahuan
tentang basic pendidikan yang secara substansial menjadi tugasnya dalam
pengelolaan pendidikan .Kondisi ini terkait dengan system rekruitmen SDM yang
belum memenuhi kriteria yang ketat.
2. Kepala Sekolah,dilihat dari pendidikan
dan kompetensinya masih belum sesuai harapan.
Dalam mengantisipasi kondisi ini pemerintah
telah menggariskan kebijakan tentang standar kualifikasi dan kompetensi kepala
sekolah.Khusus untuk kepala sekolah TK/SD maka kompetensi kepala sekolah seperti yang diatur oleh
peraturan menteri Pendidikan Nasional Nomor : 13 Tahun 2007 dinyatakan sebagai
berikut :
Syarat Umum (berlaku untuk semua Kepala
Sekolah),seseorang kepala sekolah/madrasah harus :
1.
Memiliki Kualifikasi Akademik Sarjana (S1) atau
diploma IV kependidikan atau non kependidikan pada perguruan tinggi yang
terakreditasi.
2.
Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia
setinggi-tingginya 56 tahun.
3.
Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5
tahun menurut jenjang sekolahnya
Masing-masing,kecuali di taman kanak-kanak/raudhatul athfal (TK/RA) memiliki
pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 tahun di TK/RA.
4.
Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi PNS
dan bagi non PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.
Ø
Syarat Khusus untuk Kepala TK/RA
1.Berstatus Guru TK/RA
2.Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru
TK/RA
3.Memiliki sertifikat kepala TK/RA yang
diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Ø
Syarat Khusus untuk kepala sekolah dasar (SD/MI)
1.Berstatus Guru SD/MI
2.Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru
SD/MI
3.Memiliki sertifikat kepala SD/MI yang
diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sedangkan kompetensi
kepala sekolah yang diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan
dan mutu keluaran di sekolah berdasarkan Permendiknas adalah sebagai berikut :
1) Kepribadian
1. Berakhlak mulia,mengembangkan budaya dan
tradisi akhlak mulia dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di
sekolah/madrasah.
2. Memiliki integritas kepribadian sebagai
pemimpin.
3. Memiliki keinginan yang kuat dalam
pengembangaan diri sebagai kepala
sekolah
4. Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsi.
5. Mengendalikan diri dalam menghadapi
masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah.
6. Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai
pemimpin pendidikan.
2) Manajerial
1. Menyusun perencanaansekolah untuk berbgai
tingkat perencanaan.
2. Mengembangkan organisasi sekolah sesuai
dengan kebutuhan
3. Memimpin sekolah dalam rangka
pendayagunaan sumber daya sekolah secara optimal.
4. Mengelola perubahan dan pengembangan
sekolah menuju organisasi pembelajar yang efektif.
5. Menciptakan budaya dan iklim sekolah yang
kondusif dan inovatif bagi pembelajaran
peserta didik.
6. Mengelola guru dan dan staf dalam rangka pendayagunaaan sumber daya
manusia secara optimal.
7. Mengelola sarana dan prasarana sekolah
dalam rangka pendayagunaaan sumber daya manusia secara optimal.
8. Mengelola hubungan sekolah dan masyarakat
dalam rangka pencarian dukungan ide,sumber belajar dan pembiayaan sekolah.
9. Mengelola peserta didik dalam rangka
penerimaan peserta didik baru,dan penempatan serta pengembangan kapasitas peserta didik.
10. Mengelola pengembangan kurikulum dan
kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah
dan tujuan pendidikan nasional.
11. Mengelola keuntungan sekolah sesuai
prinsip pengelolaan yang akuntabel,transparan dan efesien,
12. Mengelola ketata usahaan sekolah dalam
mendukung pencapaian tujuan sekolah.
13. Mengelola unit layanan khusus sekolah
dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan keegiatan peserta didik di sekolah.
14. Mengelola system informasi sekolah dalam
mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.
15. Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi
bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah.
16. Melakukan monitoring, evaluasi dan
pelaporan pelaksanaan program kegiatan
sekolah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
3) Kewirausahaan
1. Menciptakan inovasi yang berguna bagi
pengembangan sekolah .
2. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan
sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang efektif.
3. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah.
4. Pantang menyerah dan selalu mencari
solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah.
5. Memiliki naluri kewirausahaan dalam
mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah sebagai sumber belajar peserta didik.
4) Supervisi
1. Merencanakan supervisi akademik dalam
rangka peningkatan profesionalisme guru.
2. Melaksanakan supervisi akademik terhadap
guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
3. Menindak lanjut hasil supervisi akademik
terhadap guru dalam rangka profesionalisme guru.
5) Sosial
1. Bekerjasama dengan pihak lain untuk
kepentingan sekolah.
2. Berpartisipasi dalam kegitan sosial
kemasyarakatan.
3. Memiliki kepekaan sosial terhadap orang
atau kelompok lain.
Kompetensi tersebut menggambarkan betapa berat tugas seorang
kepala sekolah, tetapi apabila kompetensi kepala sekolah tersebut dapat
diimplementasikan dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah, maka
dapat dipastikan bahwa pendidikan yang berkualitas akan dapat dicapai.
Permasalahan kepala sekolah pada saat ini adalah kecenderungan
sistem rekruitmen kepala sekolah tidak didasarkan pada kompetensi yang
benar-benar diimiliki oleh calon kepala sekolah, tetapi lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti adanya hubungan tertentu,
kedekatan dengan mengambil kebijakan/pengambil keputusan bahkan juga mungkin
disebabkan karena faktor politis.
3. Guru-guru, dilihat dari kompetensi yang dimiliki masih berkisar
penguasaannya rata-rata 40%-60% dari total kompotensi yang dipersyaratkan bagi
seorang guru.
Undang-undang tentang guru dan dosen telah menggariskan bahwa persyaratan
kualifikasi akaddemik tingkat pendidikan guru TK/RA dan SD/MI adalah minimal
strata 1 atau diploma IV, sedangkan kompetensi yang harus dimiliki Guru
TK/RA/PAUD maupun guru SD/MI menurut permendiknas Nomor:16 tahun 2007 pada
dasarnya kompetensi intinya sama. Yang membedakannya adalah rincian dari
masing-masing kompetensi inti. Kompetensi inti guru SD/MI/TK/RA dan PAUD
tersebut adalah sebagai berikut:
Kompotensi paedagogik
1) Menguasai karakteristik peserta didik
dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual.
2) Mengusai teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
3) Mengembangkan kurikulum yang terkait
dengan bidang pengembangan diampu
4) Menyelenggarakan kegiatan pengembangan
yang mendidik.
5) Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang
mendidik.
6) Menfasilitasi pengembangan potensi
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki
7) Berkomunikasi secara efektif, empatik dan
santun dengan peserta didik.
8) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi
proses dan hasil belajar.
9) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi
untuk kepentingan pembelajaran.
10) Melakukan tindakan reflektif untuk
peningkatan kualitas pembelajaran.
Ø
Kompotensi kepribadian
1) Bertindak sesuai dengan norma, agama,
hukum, sosial dan kebudayaan nasional indonesia.
2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang
jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
3) Menampilkan diri sebagai pribadi yang
mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa.
4) Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab
yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
5) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Ø
Kompetensi sosial
1) Bersikap inklusif, bertindak obyektif,
serta tidak deskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras,
kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi.
2) Berkomunikasi secara efektif, empatik,
dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan
masyarakat.
3) Beradaptasi di tempat tugas di seluruh
wilayah RI yang memiliki keragaman sosial budaya.
4) Berkomunikasi dengan komunitas profesi
sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau dalam bentuk lain.
Ø
Kompetensi Profesional
1) Menguasai materi, struktur, konsep dan
pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu
2) Menguasai standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
3) Mengembangkan materi pembelajaran yang
diampu secara kreatif
4) Mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
5) Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Khusus yang berkaitan dengan SDM kependidikan, pengembangan
tenaga kependidikan sebagai unsur dominan dalam proses belajar mengajar
diarahkan pada peningkatan kualifikasi, kompetensi dan profesionalisme. Karena
itu, semua upaya peningkatan kinerja tenaga kependidikan dilakukan melalui
lembaga-lembaga profesional dan perguruan tinggi yang memenuhi syarat. Pada
setiap
4.
SDM tata usaha sekolah , lebih-lebih untuk
sekolah dasar sangat memprihatikan
Ketatausahaan sekolah adalah kegiatan penunjang penyelenggaraan pendidikan di sekolah, tetapi
pengaruhnya juga sangat besar memberikan
kontribusi terhadap kemampuan sekolah dalam menghasilkan lulusan yang bermutu.
Karena itu untuk menyelenggarakan sekolah yang berkualitas sangat diperlukan
adanya maupun aspek SDM maupun aspek sarana dan prasarana ke tatausahaan seperti
IT dan lain-lainnya.
5.
SDM
Pembina pendidikan (pengawasan sekolah ) belum dapat berperan secara maksimal
b. Sarana dan prasarana
pendidikan dan pembelajaran yang masih belum memadai sebagai penunjang kegiatan
belajar mengajar. Pemerintah melaui peraturan menteri pendidikan nasional telah
mengatur standar sarana dan prasarana satuan pendidikan antara lain khusus
untuk sekolah dasar harus memiliki sejumlah sarana dan prasarana sebagai
beriut:
1) Ruang kelas
2) Ruang perpustakaan
3) Laboraturium IPA
4) Ruang pimpinan
5) Ruang guru
6) Tempat ibadah
7) Ruang UKS
8) Toilet
9) Gudang
10) Ruang diskusi
11) Tempat bermain/berolahraga
Khusus ruang kelas sekolah dasar kapasitas minimal 28 peserta
didik, dengan rasio minimum luas ruang kelas 2m2/perpeserta didik,
dengan fasilitas pencahayaan yang memadai yang dilengkapi dengan kursi dan meja
untuk peserta didik, kursi dan meja guru, lemari, rak hasil karya siswa papan
pajang, alat peraga, papan tulis, tempat sampah, tempat cuci tangan, jam
dinding dan soket listrik.
Untuk laboraturium IPA dapat memanfaatkan ruang kelas yang
dilengkapi dengan sarana:
1) Lemari
2) Model kerangka manusia
3) Model tubuh manusia
4) Globe
5) Model tata surya
6) Kaca pembesar
7) Cermin datar
8) Cermin cekung
9) Cermin cembung
10) Lensa datar
11) Lensa cekung
12) Lensa cembung
13) Magnet batang
14) Poster IPA (metamorfosis, hewan langka,
hewan dilindungi, tanaman khas indonesia, contoh ekosistem, sistem pernapasan
hewan.
Sedang ruang guru minimal 4 m2, pendidik atau ruang
kepala sekolah 12 m2 lebar minimal 3 m. Yang semua dilengkapi dengan
saran dan prasarana. Dari contoh standar minimal sarana dan prasarana tersebut
diatas khusus untuk SD, kita bisa membanyangkan sampai tahun berapa
sekolah-sekolah kita dapat melengkapi berbagai sarana tersebut meskipun dalam
batas minimal lebih-lebih sekolah dasar di daerah terpencil.
Kondisi sekolah dengan sarana dan prasarana terbatas tersebut,
menjadi tantangan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk
menyelenggarakan pendidikan/sekolah berkualitas sesuai amanat undang-undang.
C. Pemberdayaan masyarakat yang belum sesuai
dengan harapan
Sejak
ki Hajar Dewantara sampai sekarang selalu di dengungkan bahwa pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara sekolah (pemerintah), masyarakat dan orangtua
murid. Pernyataan inipun terpampang disekolah-sekolah, tetapi kondisi nyata
yang dapat dilihat, masih sedikit orang tua murid atau masyarakat yang
berpartisipasi secara aktif dalam mengembangkan sekolah dan meningkatkan mutu
sekolah.
Perubahan
pradigma penyelenggaraan pendidikan dalam era reformasi,dan era otonomi
penyelenggaraan pendidikan sampai pada tingkat kabupate/kota dan bahkan otonomi
pada tingkat di sekolah, memberikan kekuasaan bagi setiap sekolah untuk
berkreasi dan berinovasi dalam penyelenggaraan sekolah.
Konsekuensi
dari pradigma pendidikan yang memberikan otonomi pada tingkat sekolah menuntut
sekolah untuk memberdayakan semua sumber yang dimilikinya. Salah satu sumber
daya yang sangat potensial dan dimiliki oleh sekolah adalah masyarakat dan
orang tua murid.
Aspek
dari struktural dari pelibatan masyarakat berarti adanya kesamaan atau
keseimbangan antar struktur dari yang terlibat dalam pembuatan keputusan. Aspek
prosedural pelibatan masyarakat berarti mengandung makna adanya kesamaan
masukan dari kelompok profesional dan anggota-anggota masyarakat dalam menentukan
aktivitas pengembangan staf untuk meningkatkan praktek-praktek penyelenggaraan
sekolah yang berkulitas. Secara organisatoris dewan SCC ini memiliki tanggung
jawab bersama sekolah untuk meningkatkan mutu pelayanan sekolah.
Pemerintah
(depdiknas) pada saat ini memberikan peluang kepada sekolah dalam pemberdayaan
masyarakat melalui suatu lembaga yang dikukuhkan dengan peraturan pemeritah
yaitu dewan sekolah atau komite sekolah.
Komite
sekolah sebagai wadah yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
berpartipasi dan berprakarsa dalam membantu penyelenggaraan proses pendidikan
kearah yang bermutu, berperan sebagai
1. Pemberi pertimbangan dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan di satuan pendidikan.
2. Pendukung, baik yang berwujud finansial,
pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Pengontrol, dalam rangka transpransi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) di
satuan pendidikan.
Untuk mengaplikasikan peran tersebut di atas dalam kegiatan
organisasi, maka komite sekolah berfungsi sebagai berikut:
a) Mendorong tumbuhnya perhatian dan
komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
b) Melakukan kerjasama dengan masyarakat dan
pemerintah, berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c) Menampung dan menganalisis aspirasi,
ide,tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d) Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi
kepada satuan pendidikan mengenai:
1) Kebijakan dan program pendidikan
2) Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja
Sekolah (RAPBS)
3) Kriteria kinerja satuan pendidikan
4) Kriteria tenaga kependidikan
5) Kriteria fasilitas pendidikan dan,
6) Hal-hal yang terkait dengan pendidikan
7) Mendorong orang tua dan masyarakat
berparstipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan
pendidikan
8) Menggalang dana masyarakat dalam rangka
pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan
9) Melakukan evaluasi dan pengawasan
terhadap kebijakan, program, penyelenggaran, dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.
Hal yang perlu di perhatikan untuk menggalang dukungan masyarakat
agar bersedia dan turut mendukung lembaga pendidikan adalah isu yang akan digunakan.
Isu yang menarik untuk dipakai sebagai upaya menggalang dukungan harus memenuhi
beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Isu memang benar-benar penting dan
berarti bagi masyarakat. Isu sebaiknya dalam lingkup yang terbatas lebih dahulu
serta isu tersebut memiliki kekhasan.
2. Isu harus tetap mencerminkan adanya
tujuan perubahan yang lebih besar dalam jangka panjang.
3. Isu yang diungkapkan memiliki landasan
untuk membangun kejasama lebih lanjut dimasa depan.
4. Apabila memungkinkan ajak beberapa tokoh
masyarakat untuk merumuskan isu penting yang perlu diangkat sebagai dasar untuk
membangun kerjasama dan dukungan.
Adapun kerjasama dalam kelompok dengan
para pendukung yang efektif yaitu:
1. Terfokus pada tujuan atau sasaran yang di
sepakati.
2. Tegas dalam menetapkan isu yang akan
digarap/ditanggulangi serta diantisipasi bersama.
3. Ada pembagian peran dan tugas yang jelas
diantara semua partisipan
4. Jaga dinamika dalam setiap proses
kerjasama, karena itu kelenturan (fleksibilitas) harus benar-benar dijaga.
5. Adanya mekanisme komunikasi yang baik dan
lancar, dan jelas, sehingga semua tahu harus menghubungi siapa tentang apa dan
pada saat kapan serta dimana.
6. Dibentuk untuk jangka waktu tertentu yang
jelas.
2. Tantangan perbaikan manajemen
Perbaikan manajemen
pendidikan dan manajemen sekolah diarahkan untuk lebih memberdayakan
lembaga-lembaga pendidikan dan sekolah dan sebagai unit pelaksanaan terdepan
dalam kegiatan belajar mengajar disekolah.
Untuk lebih
mengoptimalkan peran sekolah dan menghargai kebutuhan nyata di setiap sekolah,
maka implementasi manajemen berbasis sekolah(school based manajement). Dengan
demikian SBM merupakan jalan agar sekolah bisa mengambil tanggung jawabnya
terhadap berbagai peristiwa dan keadaan para siswanya disetiap sekolah. Setiap
keputusan dibuat secara kolektif oleh stakeholders: kepala sekolah, seluruh
staf dan guru, orangtua,tokoh masyarakat, bahkan juga para siswa sendiri.
Dengan demikian sekolah akan berjalan sesuai dengan kebutuhan dan
kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat. Ini berarti, bersesuaian dengan
SBM, maka pelaksanaan pendidikan akan berjalan berdasarkan kebutuhan
masyarakat. Inilah konsep community based education (pendidikan berdasarkan
komunitas/masyarakat) yang merupakan konsekuensi dari otonomi pendidikan dan
sekolah.
Sejalan dengan era
otonomi daerah, pendidikan bergantung pada apa maunya daerah dan sekolah,
karena itu kualitas pendidikan dan sekolah masa depan berganung pada komitmen
daerah
Dan sekolah masing-masing
unuk merumuskan visi dan misinya .Bagi daerah dan sekolah yang memiliki
political will yang kuat, serta mengedepankan arti penting pendidika sebagai
upaya human investment, maka bisa dipastikan pendidikan dan sekolah di daerah
tersebut memiliki konsep dan pelaksanaan pendidikan yang baik.
Sebuah sekolah akan
dilihat berhasil bukan semata-mata karena siswanya mencapai NEM yang tinggi.
NEM itu hanyalah bagian kecil dari ukuran keberhasilan. Apalagi penelitian
menunjukkan bahwa IQ (Intellectual Qoutient) hanya berperan 20 % menunjang
kesuksesan seseorang, 80 % nya justru EQ (Emotional Qoutient) dan Spritual
Qoutient yang menunjang kesuksesan seseorang. Itu artinya bekal-bekal semacam
kemampuan menahan diri, mengendalikan emosi, memahami emosi orang lain,
memiliki ketahanan menghadapi kegagalan, bersikap sabar, memiliki motivasi diri
yang tinggi, kreatif, berempati, bersikap toleran, semua nilai-nilai tersebut
jauh lebih penting dari sekedar NEM yang tinggi.
Sekolah harus memiliki
kemampuan management untuk mengelola berbagai perangkat dan kondidi agar para
siswa mencapai tujuan belajar. Gordon Dryden da Jeanette Vos (The Learning
Revoluation), merumuskan apa yang menjadi tujuan belajar. Pertama, mempelajari
keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran spesifik. Kedua,
mengembangkan konseptual umum. Ketiga, mengembangkan kemampuan dan sikap
pribadi yang secara mudah dapat digunakan dalam segala tindakan.
3. Tantangan Akses Pendidikan
Salah satu kebijakan
pemerintah di bidang pendidikan, adalah terlaksananya wajib belajar Pendidikan
Dasar 9 tahun yang sekarang sudah menuju wajib belajar 12 tahun. Keberhasilan
implementasi kebijakan ini mempunyai dampak strategis sebagai salah satu upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Keberhasilan wajib
belajar ini dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti pembangunan UGB,
SLTP Terbuka, penyuluhan dan sebagainya. Tetapi sampai saat ini upaya
penuntasan wajar tersebut masih dihadapkan kepada berbagai kendala sehingga
belum mencapai hasil yang optimal. Kondisi ini ditandai oleh APK, APM dan angka
transisi SD/MI ke SLTP dan SLTA yang relatif masih rendah, angka droup out yang
diduga akan semakin meningkat sebagai dampak krisis ekonomi dan sosial.
Kondisi tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti ekonomi, sosial budaya, ketidakmampuan
akademik bahkan mungkin faktor ketidaktahuan tentang berbagai aspek mengenai
kemudahan-kemudahan dalam pendidikan khususnya dalam rangka wajib belajar
Pendidikan Dasar 9 Tahun dan wajib belajar 12 tahun. Di samping masyarakat umum
(anak normal) terdapat pula sebagian anak-anak yang kurang beruntung karena
mengalami ketunaan seperti tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tua grahita,
tuna daksa dan tuna laras. Banyak orang tua anak/keluarga merasa malu untuk
menyekolahkan anaknya meskipun secara ekonomi mereka tergolong berkecukupan.
Padahal anak-anak tersebut juga memiliki potensi dan hak untuk mengikuti
pendidikan sebagaimana anak-anak normal lainnya.
Penyediaan sarana dan
prasarana gedung dan perlengkapannya misalnya akan memerlukan pembiayaan yang sangat
besar, lebih-lebih utuk melayani siswa yang berada di daerah terpencil dan
terdistribusi di daerah berjauhan. Hal ini akan lebih besar pembiayaan yang
diperlukan karena diperlukan jumlah tenaga kependidikan yang banyak, apalagi
untuk akses pendidikan sampai SLTA. Maka tantangan besar bagi pemerintah dalam
rangka meningkatkan akses pendidika dan atau penuntasan wajib belajar akan
semakin berat.
Perbincangan mutu
pendidikan khususnya mutu sekolah, pada saat ini menjadi perhatian semua
kalangan, baik pakar pendidikan, praktisi, politisi, masyarakat awam dan semua
kalangan dari berbagai jenjang strata kehidupan masyarakat. Tidak mengherankan
akhirnya berbagai pendapat ada yang sangat bagus untuk kalangan pendidikan
tetapi tidak sedikit yang justru akan merusak pendidikan, apalagi pendidikan
coba diseret-seret ke dalam ranah politik praktis. Oleh sebab itu bagi kalangan
pendidika dan orang-orang yang peduli pendidikan harus meletakkan perbincangan
itu pada tataran kosep pendidikan yang secara akademik memang benar-benar bisa
dipertanggung jawabkan.
1. Apa
sebenarnya mutu pendidikan itu, dan bagaimana kita harusnya membangun mutu
Mutu sebagai suatu ukuran terhadap suatu obyek, khususnya di
lingkungan pendidikan sering didefinisikan sebagai hasil belajar. Oleh sebab
itu tidak mengherankan kalau di masyarakat bahkan dikalangan pelaksana
pendidikan menganggap pendidikan bermutu adalah apabila siswa mampu mencapai
nilai 8,9 atau bahkan IPK 3 dan 4. Berbagai pandangan tentang hal ini banyak
diungkapkan oleh para ahli.
1. Karakteristik Mutu
Usman (2008) meyebutkan ada 13
karekteristik mutu yang perlu dikenali oleh setiap orang untuk mengukur sejauh
mana mutu organisasi dapat dicapai. Karekteristik mutu tersebut adalah sebagai
berikut :
1. kinerja (performa) yang berkaitan denga
aspek fungsional institusi pendidikan/institusi pendidikan (misalnya kierja
guru dalam mengajar, pelayanan administratif dan edukatif yang dapat memberi
kesan memuaskan, menyenangkan dan sesuai dengan standar performasi yang
diinginkan).
2. Waktu yang wajar (timelies), pekerjaan
dapat diselesaikan dalam waktu yang wajar, dengan kata lain tepat waktu sesuai
dengan yang ditargetkan, misalnya apakah siswa dapat menyelesaika studinya
tepat waktu atau malah memerlukan tambahan waktu lagi dari standar waktu yang
ditetapkan.
3. Handal (reliability), pelayanan yang
diberika dari waktu ke waktu selalu tatap dalam keadaan yang memuaskan,
menyenangkan bagi pelanggan. Tidak terjadi pada satu waktu pelayanan bermutu,
tetapi untuk waktu yang lain pelayanan tidak dapat memuaskan pelanggan. Untuk
itu maka pengukuran kehandalan pelayanan harus selalu dilakukan secara periodik
misalnya setiap 3 bulan sekali atau mungkin setiap bulan. Bermutu dalam
perspektif ini adalah apabila hasil pengukuran dari waktu ke waktu memberikan
hasil minimal sama, tidak menurun.
4. Daya tahan (durability), pelayanan yang
diberikan tetap tidak berubah meskipun dalam institusi terjadi tekanan atau
masalah, misalnya dalam kondisi krisis keuangan, pelayanan prima tetap diberika
kepada pelanggan.
5. Indah (aesthetics). Produk yang
dihasilkan oleh institusi dan lingkungan institusi tertata secara baik sehingga
memberi kesan keindahan bagi pelanggan.
6. Hubungan manusiawi (personal interface).
Pelayanan yang diberikan oleh semua anggota organisasi harus menjunjung tinggi
nilai profesioalisme dan nilai-nilai moral, demokratis dan saling menghormati.
7. Mudah penggunaannya (easy of use) aturan,
pedoman, asas yang digunakan di lingkungan institusi dapat dengan mudah
diaplikasikan oleh semua orang, termasuk produk yang dihasilkan dapat dengan
mudah digunakan semua orang.
8. Bentuk khas (feature) artinya produk
memiliki keunggula tertentu dibandingkan dengan produk lain yang sejenis. Dalam
dunia pendidikan, misalnya produk lulusa suatu institusi pendidikan memiliki
kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi yang canggih, dan dapat
menggunakan 3 bahasa. Tetapi sekolah lain di daerah lain memiliki keunggulan
lain lagi, misalnya sekolah a memiliki keunggula dalam penguasaan baca, tulis
dan pemaknaan Alquran.
9. Standar tertentu (conformance to
specification) pelayanan dan produk yang diberikan memenuhi standar tertentu,
misalnya ISO) 9001:2000, Standar nasional dan lainnya.
10. Konsistensi (consistency), pelayanan dan
produk selalu stabil, sesuai antara visi dan misi dengan apa yang
dilakukan/tindakan.
11. Seragam (uniformity) tidak variatif
12. Mampu melayani ( serviceability)
kemampuan memberikan pelayanan prima terhadap berbagai keluha, dan complain
terhadap mutu produk dan layanan. Misalnya institusi membuka kotak saran.
13. Ketepatan (accuracy), pelayanan yang
diberika sesuai dengan kehedak pelanggan. Untuk itu sering dalam pengukuran
ketepatan pelayanan ini, institusi membuat kotak keluhan atau kotak lapora
ketidaknyamanan pelayanan yang diberikn kepada pelanggan. Dengan demikian
ketidak tepatan pelayanan akan segera diketahui dan segera pula untuk diambil
tindakan tertentu, guna memenuhi kehendak pelanggan.
2.Definisi Mutu
Definisi mutu memiliki konotasi yang bermacam-macam, tergantung
pada yang memberi makna. Mutu berasal dari bahasa Latin, quails yang artinya
what kind of. Tetapi pada saat ini banyak pemahaman yang berbeda dalam
perspektif tentang mutu. Beberapa guru mutu memberikan definisi mutu sebagai
berikut:
1. Deming memberi makna mutu adalah
kesesuaian dengan kebutuhan pasar.
2. Cropsby memberikan definisi tentang mutu
adalah kesesuaian dengan yang disyaratkan.
3. Jurn memberi makna mutu adalah kecocokan
dengan produk.
4. West-burnham memberi makna mutu adalah
ukuran relatif suatu produk atas jasa sesuai dengan standar mutu reka bentuk.
Kualitas reka bentuk meliputi spesifikasi produk dan mutu kesesuaian, yaitu
seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi mutu yang
ditetapkan.
5. Sallis mendefinisikan mutu adlah konsep
yang absolute dan relative. Mutu absolute adalah idealisme yang tinggi dan
harus dipenuhi, standar tinggi dan sifat produk bergengsi tinggi, biasanya
mahal, sangat mewah dan jarang dimiliki orang (high quality and top quality).
Sedangkan mutu relatif yaitu apakah produk dan jasa telah memenuhi standar yang
ditetapkan. Dalam hal ini memiliki dua aspek yaitu aspek prosedural dan aspek
transformasional.
Aspek prosedural adalah mutu produk dan jasa yang
dihasilkan sudah sesuai dengan spesifikasi standar yang telah ditetapkan
sebelumya.
Aspek transformasional adalah ukuran mutu yang lebih
mengarah pada peningkatan mutu dan perubahan organisasi. Aspek ini meliputi :
1.
Pelayanan prima kepada pelanggan, tanggung jawab
sosial yang tinggi, kepuasan
pelanggan dan perawatannya.
2.
Pelanggan dinomorsatukan, didengar dan disatukan.
3.
Di lingkungan pendidikan, budaya transformasional
adalah fungsi dari motivasi yang dimiliki pendidik dan pemimpin dengan peserta
didik sebagai pusat perhatiaannya.
Green (1994), berpendapat bahwa mutu
mengandung multi perspektif, sehingga memerlukan pemahaman yang mendalam
sebelum mengukur mutu.
1. Mutu dalam konsep tradisional adalah
menyediakan/menghasilkan produk dan layanan yangg berbeda dan khusus yang dapat
meningkatkan status pemakai.
2. Mutu adalah mengkonformasi/merujuk pada
spesifikasi atau standar.
3. Kesesuaian dengan tujuan. Sesuatu
dikatakan bermutu apabila produk dan layanan yang diberikan sesuai dengan
tujuan yang diinginkan.
4. Keefektifan dalam mencapai tujuan.
5. Sesuai kebutuhan pelanggan.
Dalam berbagai kajian tentang mutu
pendidikan, maka makna mutu dalam pendidikan, yang lebih banyak dianut karena
lebih komprehensif seperti dinyatakan oleh Julie A, Furst Bowe (2007) dikelompokkan sebagai berikut :
1. Quality as exceptional yang mencakup :
Khas dan khusus (distinctive); Nilai utamanya adalah keunggulan; Eksklusif dan
berkelas tinggi; Memenuhi seperangkat standar yang ditentukan; Diupayakan untuk
memenuhi standar yang ditentukan organisasi.
2. Quality as perfection yang mencakup:
Konsistensi; Fokus pada proses; Menentukan spesifikasi yang harus dipenuhi
secara sempurna; Bebas kesalahan; Memastikan semuanya benar dari awal; menjamin
semuanya benar tanpa kesalahan; Kendali mutu menjadi budaya kerja.
3. Quality as value for money yang mencakup;
Diukur dengan kriteria seperti standar, spesifikasi, atau tingkat keterandalan;
Akuntabilitas terhadap pihak berkepentingan.
4. Quality as transformation yang mencakup:
Bersifat kualitatif, menghendaki terjadinya perubahan bentuk/karakter yang
bersifat fundamental; melibatkan perubahan pola pikir SDM; Proses perubahan
berkesinambungan terhadap pengguna jasa; Doing something ‘for’ not just ‘to’
the customer; Pengguna jasa mengubah pola pikir mereka untuk peningkatan mutu
hidup mereka secara berkesinambungan.
Pandangan Total Quality Management dalam membangun mutu suatu
institusi lebih berpihak pada paradigma berpikir perbaikan proses. Perbaikan
proses tersebut terletak pada perbaikan manajemen. Paradigma TQM ini sejalan
dengan paradigma berpikir sistem akreditasi institusi pendidikan, yang
menekankan pemenuhan komponen standar pendidikan khususnya proses implementasi
yang dibuktikan dengan bukti fisik. Mutu dalam konteks manajemen mutu terpadu atau
Total Quality Management (TQM) bukan hanya merupakan suatu gagasan, melainkan
suatu filosofi dan metodologi dalam membantu lembaga untuk mengelola perubahan
secara totalitas dan sistematik, melalui perubahan nilai, visi, misi, dan
tujuan. Karena dalam dunia pendidikan mutu lulusan suatu sekolah dinilai
berdasarkan kesesuaian kemampuan yang dimilikinya dengan tujuan yang ditetapkan
dalam kurikulum.
Adams, seperti dikutip oleh Rahim (2009) menyatakan mutu
merupakan hasil interaksi dari elemen-elemen murid, guru dan tenaga pendidikan
dan kependidikan lainnya (proses penyelenggaraan pendidikan seperti mutu
pembelajaran). Mutu digambarkan dengan :
a. Pengetahuan, keterampilan dan informasi
yang dialihkan dan ditransformasikan kepada peserta didik.
b. Capaian atau prestasi akademik (cognitive
skills), jumlah murid yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
c. Outcome digambarkan dengan parameter,
misalnya status pekerjaan setelah lulus sekolah, jumlah lulusan yang terserap
sebagai tenaga kerja di lapangan kerja, lama masa tunggu setelah lulus sekolah
mendapat pekerjaan bahkan termasuk juga gaji yang diterima pada saat pertama
bekerja setelah lulus institusi pendidikan.
d. Nilai tambah yaitu akibat, pengaruh
(influence) dan hasil (effect) institusi atau sistem pendidikan atau peserta
didik.
Sementara Archibold
(2001) menambahkan bahwa mutu pendidikan juga dapat dilihat dari sisi non
akademik, yaitu sikap dan perilaku yang tertanam pada peserta didik seperti
berpikir kritis, sikap dan berpikir terbuka, kreatif dan inovatif, logis,
empati, apresiatif terhadap keberagaman.
Menurut Hari Sudradjad (2005 :
17) pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan
yang memiliki kemampuan atau kompotensi, baik kompetensi akademik maupun
kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta
nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life
skill), lebih lanjut Sudradjat mengemukakan pendidikan bermutu adalah
pendidikan yang mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau
manusia dengan pribadi yang integral (integrated personality) yaitu mereka yang
mampu mengintegralkan iman, ilmu, dan amal.
Namun untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan, maka
sekolah harus melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang
berorientasi pada peningkatan mutu.
3. Elemen Penentu Mutu
Dalam perspektif yang lain Yin Chiong dan Frank seperti dikutip
oleh Husni Rahim (2009) menjelaskan beberapa elemen penentu mutu pendidikan
dalam perspektif model yang lebih mikro, yaitu tingkat satuan pendidikan
(sekolah). Beberapa perspektif model tersebut dikategorikan dalam beberapa
model sebagai berikut :
a. Model input
Model input mutu digambarkan dengan
ketersediaan berbagai sumber masukan yang bermutu. Sumbser-sumber bermutu
tersebut mencakup seperti masukan siswa yang bermutu, guru yang berkelayakan
akademik dan kompetensi yang berrmutu (profesional). Dengan demikian sekolah
bermutu adalah sekolah yang memiliki ketersediaan input yang tidak hanya cukup,
layak dan memadai sesuai dengan ukuran rasio siswa, tetapi juga sarana yang
tersedia tersebut adalah berkualitas/bermutu dan up to date.
b. Model tujuan
Perspektif model tujuan berarti
terpenuhinya persyaratan dan spesifikasi (confirmation of specification)
berdasarkan norma standar dan indikator yang jelas dan dapat diakui. Dengan
demikian dapat dikatakan sekolah bermutu menurut perspektif model tujuan adalah
sekolah yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan oleh sekolah, departemen
atau tuntutan masyarakat.
c. Model proses
Model ini memberikan gambaran tentang
sekolah berkualitas adalah sekolah yang mampu menampilkan proses yang bermutu.
Proses yang bermutu adalah proses yang dilakukan dengan tahapan-tahapan yang
sistematis, dilakukan sesuai dengan operasional standar (POS) dan memiliki
penjaminan mutu proses. Artinya selama proses dilaksanakan ada monitoring dan
evaluasi yang terus menerus dan peningkatan terus menerus (continous monitoring
and development).
d. Model konsumen
Perspektif model konsumen, memberikan
gambaran bahwa sekolah bermutu adalah apabila sekolah mampu menunjukkan dan
melaksanakan pelayanan pendidikan yang memuaskan konsumen (pelanggan). Dalam
perspektif ini dilihat apakah hasil pendidikan dan pelayanan pendidikan yang
dilakukan sesuai dengan harapan dan kebutuhan konsumen, jadi parameternya
adalah kesesuaian harapan dan kebutuhan
dengan hasil yang nyata diberikan oleh sekolah.
e. Model pembelajaran
Menurut perspektif model pembelajaran
mutu adalah perkembangan atau kemajuan yang ajeg. Sekolah dihadapkan kepada
lingkungan yang selalu berubah dan sangat dinamis. Dalam konteks ini sekolah
bermutu adalah sekolah yang memiliki kemampuan cepat dan tepat untuk
menyesuaikan diri dan lulusannya dengan berbagai perubahan yang cepat di
lingkungannya yaitu masyarakat dan stakeholders.
f.
Model continuous development
g. Model expert
Model ini lebih menekankan nilai,
perilaku dan kemampuan profesional yang memberikan layanan pendidikan. Para
profesional adalah pihak yang paling dekat dengan peserta didik dan memiliki
pengetahuan yang diperlukan dalam pengambilan keputusan sekolah. Dalam
perspektif ini sekolah bermutu adalah sekolah yang mampu menyelenggarakan
pendidikan oleh orang-orang yang profesional dan berbasiskan pada sistem tata
nilai dan budaya berkualitas.
Dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual
pendidikan. Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut
output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah
terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan
komparatif (Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive
advantage). Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam,
sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas artinya dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan
tersebut, pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat
tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini
berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat
cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah
di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi
sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-quality (berkualitas
rendah).
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses
pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah
menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses
pembelajaran, namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya
guru merupakan variable penting bagi keberhasilan pendidikan.
Menurut Suyanto, “guru memiliki peluang yang amat besar untuk
mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang
pintar dan lancar baca tulis yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan
komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu
bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi,
sehingga bisa “di ditiru”
Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai
usaha sambilan, atau pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan). Namun
kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru terlebih terlebih guru honorer,
yang tidak berasal dari pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai
guru tanpa melalui system seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan
nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak
profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi
“pekerjaan rumah” bagi pendidikan nasional masa kini.
Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat
material maupun mental spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa
lain. Suatu perkembangan kebudayaan dalam abad moderen saat ini adalah tidak
dapat terhindar dari pengaruh kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian
menyebabkan timbulnya proses alkulturasi yaitu pertukaran dan saling berbaurnya
antara kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Dari sinilah terdapat
tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu dengan adanya alkulturasi
tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi kebudayaan, moral dan
akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan bagi pendidikan islam
untuk memfilter budaya-budaya yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh
budaya-budaya barat. (Arifin, 1994:42)
Menurut Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh
yang sangat signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para
peserta didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari
paradigma pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto
menggambarkan paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan
media tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa
pemberian informasi dan pengajaran berbasis factual atau pengetahuan.
Dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran
dari model tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan
praktek pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional
dari pembelajaran baru. Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya
professionalisme guru.
Sebagimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dari
pada kemajuan teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan).
Teknologi menawarkan berbagai kesantaian dan ketenangan yang semangkin beragam.
Dampak negatif dari teknologi moderen telah mulai menampakan diri
di depan mata kita, yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual /
jiwa yang sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya.
Pengaruh negatif dari teknologi elektronik dan informatika dapat
melemahkan fungsi-fungsi kejiwaan lainya seperti kecerdasan pikiran, ingatan,
kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah kemampuan aktualnya dengan alat-alat
teknologi-elektronis dan informatika seperti Komputer, foto copy dan
sebagainya.(Arifin,1991,hal: 9 )
Alat-alat diatas dalam dunia pendidikan memang memiliki dua
dampak yaitu dampak positif dan juga dampak negatif. Misalnya pada
pelajaran bahasa asing anak didik tidak lagi harus mencari terjemah kata-kata
asing dari kamus, tapi sudah bisa lewat komputer penerjemah atau hanya mengcopy
lewat internet. Nah dari sinilah nampak jelas bahwa pengaruh teknologi dan
informasi memiliki dampak positif dan negatif
Krisis moral , melalui tayangan acara-acara di media elektronik
dan media massa lainnya, yang menyuguhkan pergaulan bebas, sex
bebas, konsumsi alkohol dan narkotika, perselingkuhan,
pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas pada perbuatan
negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah, penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan
oleh pelajar, malas belajar dan tidak punya integritas dan
krisis akhlaq lainnya.
Dengan kemajuan ilmu
pengatahuan disuatu Negara menyuguhkan kemudahan, kenikmatan dan kemewahan akan
menggoda kepribadian seseorang. Yang tidak memiliki nilai sosial akan kesupanan
, kepudialian , kejujuran , dan kesederhanaan , karena hal itulah sehingga
menyebabkan orang yang berkepribadian rendah, melakuan korupsi, kolusi dan nepotisme
,
kejahatan intelektual,
merusak alam untuk kepentingan pribadi, menyerang kelompok yang tidak sepaham, percaya perdukunan,
menjadi budak setan dan lain-lain. Faktor pendorong adanya tantangan di atas
dikarenakan longgarnya pegangan terhadap agama
dengan mengedepankan ilmu pengetahuan, kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh kepala rumah tangga yaitu dengan
keteladanan dan informasi budaya negatif global
Kesiapan itu Deliar Noer memberikan ilustrasi ciri-ciri manusia
yang hidup di jaman global adalah masyarakat informasi
yang merupakan kelanjutan dari manusia modern dengan sifatnya
yang rasional, berorientasi ke depan, terbuka, menghargai
waktu, kreatif, mandiri dan inovatif juga mampu bersaing
serta menguasai berbagai metode dalam
memecahkan masalah . Dengan demikian pendidikan agama Islam dituntut untuk
mampu membekali peserta didik moral, kepribadian, kualitas dan
kedewasaan hidup guna menjalani kehidupan bangsa yang multi
cultural, yang sedang dilanda krisis ekonomi agar dapat hidup damai dalam
komunitas dunia di era globalisasi.
Poker Machines - The Wizard of Odds
BalasHapusPoker games 바카라 and 제왕카지노 sports betting. How to play poker in an online casino? Casino games are งานออนไลน์ offered to players via Internet poker websites in real-time and